Megawati Soekarnoputri berbisik dengan Puan Maharani, saat deklarasi Kerjasama PDIP, Partai Nasdem dan PKB, di DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan (14/5). Deklarasi bersama tersebut secara resmi untuk mendukung dan pemenangan Joko Widodo sebagai capres pada Pilpres 2014 mendatang. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Semarang - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri membantah adanya kabar yang menyebut anak-anaknya sudah tidak solid lagi mendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Mega menyatakan menjelang pemilihan presiden pada 9 Juli, fitnah dan kampanye hitam semakin marak. “Ada yang menyatakan anak saya, Puan Maharani, mau mendukung Prabowo karena sudah ditawari sebagai menteri,” kata Mega dalam orasi acara Siaga 1 Pemenangan Jokowi-JK di Semarang, Jawa Tengah, Jumat, 4 Juli 2014.
Selain Puan, Mega juga menyinggung adanya kabar anaknya yang nomor dua, Muhammad Prananda Prabowo, sudah tidak cocok berhubungan dengan Puan dan saling bertentangan. “Akibatnya, keluarga saya disebut-sebut tidak solid,” kata Mega. (Baca: Mega: Jangan Percaya Menang di Jabar Menang Pilpres)
Ketidaksolidan keluarga, kata Mega, diembuskan dengan adanya kabar yang menyebutkan PDIP sudah tidak solid memenangkan Jokowi-JK. “PDIP difitnah sudah terbelah. Soliditasnya tidak ada,” ujar Mega.
Walhasil, Mega pun membantah habis-habisan atas kabar dan informasi tersebut. Ia pun bertanya kepada para kader PDIP di Jawa Tengah. “Saya mau ngamuk atau tidak?” ujar Mega. Para kader PDIP pun meminta agar Mega mengamuk.
Dengan diplomatis, Mega menjawab: “Nanti..nanti,” jawab Mega dalam bahasa Jawa. Mega menyatakan saat ini adalah bulan puasa sehingga tidak boleh mengamuk. Mega menyatakan banyaknya fitnah dalam pemilu presiden mengakibatkan betapa beratnya biaya yang harus ditanggung. “Banyak orang sehat, tapi tidak waras,” ujar Mega.
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024
22 Desember 2021
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024
Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.