Wakil Ketua Umum KADIN bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik Hariyadi B. Sukamdani selaku saksi yang diajukan pihak pemohon seusai memberikan kesaksian pada sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) di gedung Mahkamah konsitusi, Jakarta, Selasa (17/4). ANTARA/Widodo S. Jusuf
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik, Hariyadi B. Sukamdani, menilai visi misi ekonomi yang diusung calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla lebih realistis ketimbang yang dibawa oleh Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Sebelumnya, juru debat Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Viva Yoga Mauladi, mengatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Hatta menggenjot penerimaan negara dari pajak dan cukai sehingga diharapkan subsidi energi akan lebih tepat sasaran dan berkeadilan. Namun, hingga kini Prabowo-Hatta tengah mencari formula teknis untuk menerapkan kebijakan pajak dan cukai tersebut.
"Sedang digodok agar tidak membebani masyarakat dan berprinsip keadilan," kata Viva saat dihubungi, Selasa lalu. Pertimbangan pengurangan subsidi ini karena melihat kenyataan bahwa subsidi BBM salah sasaran. "Masih banyak orang kaya yang menikmati. Mereka tidak sadar itu bukan haknya."
Dalam dokumen visi misi yang sudah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum beberapa waktu lalu, calon presiden Prabowo Subianto menginginkan pendapatan per kapita naik menjadi Rp 60 juta dari tahun lalu Rp 36,5 juta. Sedangkan Joko Widodo punya visi menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 5-6 persen pada 2019.
Lebih jauh, Hariyadi mengatakan realisasi platform ekonomi kedua capres yang sebetulnya bertujuan baik itu nantinya akan berpulang pada karakter si pemimpin. “Jadi, semuanya bakal kembali ke karakter orangnya," tuturnya. (Baca: Konsep Tol Laut Jokowi Picu Kontroversi)
Terkait dengan visi misi kedua calon di bidang perpajakan, Hariyadi melihat kedua calon presiden sama-sama ingin menggenjot penerimaan negara. Prabowo secara gamblang menuliskan hendak meningkatkan rasio penerimaan pajak dari 12 persen menjadi 16 persen terhadap Produk Domestik Bruto.
Di lain pihak, Jokowi tak mencantumkan secara tersurat visinya soal perpajakan. "Jokowi memang tidak memasukkan visi misi bidang pendapatan negara. Tapi pasti dia bakal menggenjot pendapatan," kata Hariyadi.