Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya), Prabowo Subianto mengacungkan ibu jari usai pertemuan dengan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadharma Ali di kantor DPP PPP, Jakarta Pusat (18/4). TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Serangan puisi kubu Prabowo Subianto terhadap Joko Widodo membuat loyalis calon presiden dari PDI Perjuangan itu bereaksi. Serangan balik tentunya dilancarkan lewat puisi pula.
Adalah Fahmi Habcyi yang menulis puisi untuk membela Jokowi. Kali ini Fahmi menciptakan puisi tentang Wiji Thukul, penyair kiri asal Solo yang menghilang bak ditelan bumi sejak 1998. Pria bernama asli Wiji Widodo ini diduga menjadi korban penculikan dan pembunuhan yang dilakukan militer kala itu.
“Sajak ini hanya mewakili suara hati Siti Dyah atau Mbak Sipon, istri Wiji Thukul, yang sangat menderita dan berharap suaminya kembali,” katanya kepada Tempo, Sabtu, 19 April 2014.
Fahmi sebelumnya menciptakan puisi politik berjudul "Pemimpin Tanpa Kuda", "Rempong", dan "Aku Iso Opo". Ketiganya merupakan balasan atas puisi bikinan Fadli Zon, loyalis Prabowo, yang terakhir meluncurkan puisi "Raisopopo". (Baca: Prabowo Puji-puji Partai Islam)
Menurut salah satu pendiri kelompok Kader dan Simpatisan PDI Perjuangan Pro-Jokowi (Projo) ini, sejarah tak akan lupa bahwa "biji" perlawanan yang ditanam oleh Wiji Thukul akan membuahkan hasil. Hasilnya berupa kebebasan dan demokrasi yang sekarang dinikmati para elite dan pemimpin politik. “Jangan sampai sejarah kelam itu terulang lagi,” ucap Fahmi, yang juga aktivis 1998 dari Universitas Indonesia ini. (Baca: Joko Widodo Resmikan Rumah Jokowi)
Berikut ini adalah puisi "Kembalikan Mas Wiji" ciptaan Fahmi Habcyi:
KEMBALIKAN MAS WIJI....
Kau rebutnya dari pangkuanku Di tengah semangatnya yang menghunjam bumi Kau buang dirinya dari ibu pertiwi Di tengah kata-katanya membuatmu bergetar
Kau pikir dia menghilang Di tengah malam bergerak Susuri jiwa-jiwa muda yang berteriak melawan Tak akan bisa suara dibungkam Walau jasadnya kau benam
Kau pikir dia telah tiada Di tengah siang membara Tak akan bisa kata ditindas Walau satria berkuda mengempas
Kau butakan mata kanannya Kau patahkan tulang-tulangnya Batinnya tak pernah tidur Rangkanya tak pernah rapuh
Kau salah, kau pikir : Dia tak pernah dipecat oleh sejarah Juga tak pernah lari dari negeri Kau tahu arti wiji? Buahnya pun kalian nikmati Walau ditabur digurun yang mati
Kembalikan Mas Widji! Atau kau pun tak berhak kembali