Wakil Gubernur Rano Karno (kiri) saat melantik walikota Tangerang Arief Wismansyah serta wakilnya Sachrudin di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tangerang, Banten, Selasa (24/12). Rano karno melantik walikota Tangerang sesuai dengan instruksi presiden melalui kementrian dalam negeri akibat Gubernur Banten Atut menjadi tersangka kasus Pilkada Lebak. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, mengatakan idealnya pemilihan kepala daerah berlangsung 2,5 tahun setelah pelaksanaan pemilu serentak pada 2019.
"Supaya masyarakat bisa mengevaluasi partai pemenang pemilu," ujar Syamsuddin dalam diskusi mengenai Undang-Undang Pilkada di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa, 28 Januari 2014.
Menurut Syamsuddin, pola seperti ini bagus untuk mengevaluasi partai politik. Sebab, jika kinerja partai buruk dalam pemerintahan, dampaknya akan langsung terasa dalam pilkada. "Partai tersebut akan langsung kehilangan suara," katanya.
Selang waktu setahun antara pemilu dan pilkada serentak dinilai sempit. Hal ini disebabkan rakyat tidak punya waktu cukup untuk menilai dan mengevaluasi kinerja partai pemenang pemilu.
Panitia Kerja RUU Pilkada memutuskan pilkada serentak akan dilaksanakan pada 2020 dengan model pemilihan langsung. Targetnya, pembahasan rancangan ini rampung pada Maret 2014.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, ada persoalan yang akan terjadi seusai DPR mengesahkan UU Pilkada.