TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia bukanlah satu-satunya negara di mana salah satu kandidat mempermasalahkan hasil pemilu presiden. Beberapa negara di dunia mengalami hal serupa. Penyebab sengketa pemilu sebagian besar disebabkan adanya dugaan kecurangan yang dianggap menguntungkan salah satu calon. (Baca: Kubu Prabowo Masih Yakin Bisa Menang)
Berikut ini beberapa di antaranya.
1. Afganistan
Pemilihan presiden di Afganistan pada Oktober 2004 lalu berakhir dengan kekacauan. Sebagian besar kandidat mengumumkan boikot. Ke 15 pesaing Hamid Karzai memboikot pemilu dengan alasan sistem untuk mencegah kecurangan tidak diterapkan. Yang menjadi pangkal persoalan adalah tidak digunakannya tinta yang sulit terhapus pada jari pemilih yang telah memberikan suara untuk mencegah pemilih memberikan suara lebih dari satu kali.
Abdul Satar Serat, salah seorang saingan Karzai dan juru bicara bagi kandidat presiden lainnya, mengecam pemilu tersebut tidak sah dan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Namun Lembaga Pemilu Afganistan yang Bebas dan Adil, kelompok terbesar pemantau independen yang terdiri atas 13 lembaga swadaya masyarakat Afganistan, menyatakan pemilu tersebut berlangsung adil.
Sengketa pemilu tak hanya terjadi pada 2004. Pada November 2009, permasalahan pemilu terulang. Komisi Pemilihan Umum Afganistan membatalkan rencana pemilihan umum presiden putaran kedua pada 7 November 2009 dan mengumumkan Presiden Hamid Karzai sebagai pemenang pemilu presiden 2009. Pengumuman dilakukan beberapa menit setelah penantang Karzai, Abdullah Abdullah, mengundurkan diri dari pencalonan. Abdullah mengundurkan diri beberapa menit sebelum pengumuman ini dengan alasan penyelenggaraan pemilu putaran kedua ia sangsikan akan berjalan jujur dan adil.
2. Ukraina
Partai Presiden Ukraina Viktor Yanukovych mengklaim kemenangannya dalam pemilu parlemen pada Oktober 2012 lalu. Namun kubu Yanukovych dituduh mencurangi hasil pemilu dengan sejumlah tindakan, seperti melakukan intimidasi, penyuapan, dan perbuatan curang lainnya guna memenangi pemilu parlemen. Hasil pemilu itu menunjukkan kubu Yanukovych (Partai Regional) memperoleh suara sebanyak 28,1 persen. Sedangkan kubu oposisi yang dipimpin Yulia Tymoshenko meraih 25 persen. (Baca: Lima Tokoh Kunci dalam Krisis Politik Ukraina)
3. Kamboja
Kelompok oposisi Kamboja mendesak Raja Kamboja untuk mengatasi kontroversi terkait dengan pemilu pada Juli 2013 lalu. Raja Norodom Sihamoni sampai diminta turun tangan untuk mengatasi permasalahan pemilu. Pemilu tersebut kembali membawa Perdana Menteri Hun Sen berkuasa. Hasil pemilu menunjukkan Partai Rakyat Kamboja pimpinan Hun Sen mengalahkan partai oposisi, Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP). Kemenangan Hun Sen dituduh dilakukan dengan penyelewengan hasil suara.
4. Thailand
Pemilihan umum di Thailand pada 2 Februari 2014 lalu berlangsung kacau. Laman CNN pada Minggu, 2 Februari 2014, memberitakan terjadi insiden di 92 dari 375 wilayah pemilihan. Kelompok penentang Perdana Menteri Yingluck Shinawatra berunjuk rasa memblokir tempat-tempat pemungutan suara. Mereka menilai pemilu sebagai akal-akalan pemerintah.
Adapun laman Bangkok Post memberitakan pemilihan di 9 dari 14 provinsi di Thailand bagian selatan dibatalkan karena tidak terdapat kertas suara partai dan petugas di TPS. Sembilan provinsi yang membatalkan pemilihan itu adalah Songkhla, Trang, Phatthalung, Phuket, Surat Thani, Ranong, Krabi, Chumphon, dan Phangnga. Pada Maret 2014 diselenggarakan pemilihan umum ulang di lima provinsi di Thailand. (Baca: Fakta Soal Pemilihan Umum Thailand)
DRIYAN | PDAT
Berita Lainnya:
Putusan MK, Bandara Cengkareng Dijaga Berlapis
Dukung Prabowo, Ibu-ibu Ini Bikin Dapur Umum
Tim Kuasa Hukum Prabowo Tak Bisa Tidur Semalaman
DKPP: Ada Penyelenggara Pemilu yang Kena Sanksi