TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Pramono Anung, mensinyalir adanya manuver partai koalisi pengusung calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam Revisi Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. “Partai koalisi pasangan Prabowo ingin memaksakan perubahan undang-undang tersebut hari ini juga,” ujarnya, 8 Juli 2014.
Pramono menjelaskan perubahan UU itu diarahkan untuk menjegal kesempatan partai pemenang pemilihan legislatif sebagai pimpinan DPR. Partai koalisi Prabowo ingin menerapkan kembali sistem yang berlaku pada 2004, yakni partai mana pun punya peluang sama untuk dipilih sebagai pimpinan.
“Padahal tahun 2009 kita sudah berbesar hati menerima Demokrat sebagai pimpinan DPR. Intinya kita punya fatsun bahwa pemenang pemilu selalu menjadi Ketua DPR,” katanya.
Hasil keputusan itu diambil melalui mekanisme voting dalam rapat kerja kemarin malam. Selain masalah tersebut, DPR juga membubarkan keberadaan Badan Anggaran. Fungsi lembaga itu nantinya akan bersifat ad-hoc dan melekat pada tugas komisi yang bersangkutan. Badan Anggaran juga dilarang membahas anggaran sampai satuan tiga sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi. “RUU itu kini sedang dibahas di tingkat paripurna untuk mendapat pengesahan,” kata Pramono.
Dugaan Pramono benar. Sehari sebelum pelaksanaan pemilihan presiden, PDI Perjuangan mendapatkan kado pahit. Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya mengesahkan perubahan Rancangan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang salah satu poinnya menutup peluang PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilu menikmati jatah posisi Ketua DPR.
"Ini curang betul, kami dizalimi," kata anggota Panitia Khusus RUU MD3, Arif Wibowo, kepada Tempo, Selasa, 8 Juli 2014. Arif menjelaskan tujuan utama revisi UU MD3 adalah penguatan kelembagaan, anggota, serta kesekjenan DPR. Selain itu, dengan perubahan pada sejumlah pasal diharapkan bisa memperbaiki citra DPR pada periode mendatang.
Namun, dalam dua pekan terakhir pembahasan undang-undang tersebut, sejumlah fraksi justru memfokuskan pada mekanisme pemilihan pimpinan DPR, khususnya Ketua DPR. Isu mengenai Ketua DPR tak lagi dipegang partai pemenang pemilu yang muncul bulan lalu bergulir cepat hingga akhirnya sukses dibawa ke paripurna kemarin. Arif menganggap poin perubahan pasal 82 mengenai "pimpinan" yang kemudian masuk ke pasal 84 dianggap sebagai pasal yang dipaksakan.
RIKY FERDIANTO | MUNAWWAROH
Berita lainnya:
Buruh Bantah Dukung Prabowo di Hari Tenang
Bos Lion Air Incar Proyek Kereta Ekspres Bandara
Kereta Super Cepat Bandung-Jakarta Segera Dibangun