TEMPO.CO, Yogyakarta - Panitia Pengawas Pemilu Gunung Kidul mewaspadai gerakan politik uang atau serangan fajar pada masa tenang pemilu presiden, apalagi di bulan Ramadan. Anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Gunung Kidul, Budi Haryanto, mengatakan politik uang bisa dilakukan dengan mengatasnamakan ibadah atau di tempat-tempat ibadah.
"Ada berbagai kamuflase untuk menggencarkan aksi politik uang," kata Budi kepada Tempo, Ahad, 6 Juli 2014. Dia mencontohkan serangan fajar yang diperkirakan terjadi selama bulan puasa, di antaranya infak, sedekah, zakat, bakti sosial, bagi-bagi takjil, sampai pembagian sembako atau pemberian fasilitas tertentu bagi pengelola tempat ibadah. "Tapi ada embel-embel ajakan untuk memilih calon presiden tertentu."
Budi menuturkan aturan untuk menjerat kasus politik uang sudah cukup banyak. Mulai dari Peraturan Komisi Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Panwaslu, menurut Budi, menyiagakan 54 personel Panitia Pengawas Kecamatan dibantu 397 Panitia Pengawas Lapangan (PPL) untuk mengantisipasi aktivitas tim pendukung, khususnya di tempat ibadah. Panwaslu juga mendapatkan bantuan dari 150 relawan mahasiswa dari Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta untuk mengawasi masa tenang hingga pemilu.
PRIBADI WICAKSONO
Topik terhangat:
Jokowi-Kalla | Prabowo-Hatta | Piala Dunia 2014 | Tragedi JIS
Berita terpopuler lainnya:
Pengamat Nilai Sikap SBY Berlebihan
Debat, Hatta Keliru Sebut Harga Baru Gas Tangguh
Netizen Dukung Jokowi-Kalla di Semua Segmen Debat