TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan tidak pernah mengenal jurnalis investigatif Amerika, Allan Nairn. Anggota tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, ini tidak yakin terhadap tulisan yang dipublikasikan Alan di sebuah blog. ”Kami tidak tahu tulisan hasil wawancara itu benar atau tidak. Saya rasa tidak benar,” ujar Fadli saat dihubungi, Jumat, 27 Juni 2014.
Rahasia Prabowo Subianto dibongkar wartawan investigasi Allan Nairn. Melalui blog, wartawan kelahiran Morristown, New Jersey, Amerika Serikat, itu mengungkap sisi gelap pemikiran calon presiden dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu. Nairn mewawancarai Prabowo sekitar Juni dan Juli 2001. Menurut wartawan kawakan yang meraih sejumlah penghargaan itu, wawancara tatap muka dilakukan di kantor perusahaan milik Prabowo di Mega Kuningan, Jakarta. (Baca: Wartawan Investigasi Bongkar Rahasia Prabowo)
Prabowo diharapkan mau membuka informasi soal kasus pembantaian di Dili pada 12 November 1991 (dikenal sebagai Insiden Santa Cruz) secara off the record. Namun, eks Komandan Jenderal Kopassus itu tak mau membuka banyak informasi. Prabowo, kata Nairn, malah mengalihkan pembicaraan ke permasalahan lain. "Prabowo berbicara tentang fasisme, demokrasi, kebijakan membunuh dalam tubuh TNI/ABRI, serta hubungan antara dirinya dengan Pentagon dan intelijen Amerika," ujar Nairn melalui sebuah tulisan yang diterbitkan di blog-nya pada 22 Juni 2014.
Menurut Nairn, Prabowo banyak melontarkan pemikiran ekstrem dalam wawancara itu. Prabowo, misalnya, mengecam demokrasi, menyebut mendiang Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai presiden buta, dan membayangkan diri menjadi seorang diktator.
Fadli mengatakan sekitar tahun 2000-an awal, dia selalu mendampingi Prabowo dalam beberapa acara, termasuk mendampingi wawancara dengan jurnalis media asing. Sepanjang Juni dan Juli 2001, kata Fadli, tidak pernah ada wawancara dengan jurnalis asing. ”Apalagi wawancara dilakukan di Mega Kuningan. Tidak pernah ada itu,” ujarnya.
Menurut Fadli, beberapa hal yang disebutkan dalam wawancara itu, seperti menghina bekas Presiden Abdurrahman Wahid dan Prabowo bernyali diktator fasis, adalah sesuatu yang mengada-ngada. ”Itu ngawur,” ujar dia.
Fadli menilai, tindakan tersebut merupakan bagian dari kampanye hitam yang menyerang Prabowo. Hal itu diperkuat bahwa Allan mengaku membeberkan wawancara off the record-nya dengan Prabowo untuk di-share kepada publik. Apalagi, kata Fadli, tidak pernah ada surat permohonan untuk membuka off the record kepada Prabowo dalam wawancara ini. ”Kalau off the record yang diangkat, semakin kuat bahwa ini kampanye hitam,” ujarnya. ”Ini hanya kerjaan media asing yang memang ingin menjatuhkan Prabowo dan mencegahnya jadi presiden.”
REZA ADITYA
Terpopuler:
Ditawari Perlindungan Saksi, Wiranto Hanya Tertawa
Saran Ahok buat Risma Soal Penutupan Dolly
Tiang Monorel di Jakarta Dibongkar
Mei 2014, Bumi Capai Suhu Terpanas