TEMPO.CO, Mojokerto - Pertemuan calon presiden Prabowo Subianto dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur serta sejumlah bupati di sebuah hotel di kawasan Juanda, Sidoarjo, Selasa malam, 24 Juni 2014, menuai dikritik.
Ketua Parliament Watch Jawa Timur Umar Sholahudin berpendapat tindakan gubernur dan bupati tersebut bisa dianggap melanggar etika sebagai pejabat negara.
Baca Juga:
"Secara etika memang tidak baik jika pertemuan tersebut berisi kampanye kecuali mereka masuk dalam tim kampanye atau tim sukses yang terdaftar di KPU," kata Umar saat dihubungi, Rabu, 25 Juni 2014. (Baca: Survei Ini Sebut Debat Untungkan Prabowo)
Sayangnya, para wartawan belum mengetahui isi pertemuan Prabowo dengan para pejabat semalam. Panitia melarang wartawan masuk dalam ruang pertemuan. Menurut Umar, jika dalam pertemuan tesebut berisi penyampaian visi dan misi serta ajakan memilih capres tertentu maka dikategorikan kampanye. "Jika begitu maka para pejabat itu harus izin cuti," katanya.
Dalam pasal 15 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 16 Tahun 2014 tentang Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil disebutkan bahwa pertemuan terbatas atau tertutup termasuk salah satu metode kampanye.
Selain itu dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden juga disebutkan bahwa kampanye yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan, antara lain tidak menggunakan fasilitas jabatan kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan harus menjalani cuti kampanye.
Dalam Pasal 43 UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden juga disebutkan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa atau sebutan lain dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.
Bahkan larangan yang disebutkan dalam Pasal 43 ini diancam pidana sesuai Pasal 211 UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan pidana penjara minimal enam bulan dan maksimal 36 bulan dan denda minimal Rp 6 juta dan maksimal Rp 36 juta.
Umar menambahkan bahwa aturan dalam UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden maupun PKPU tentang Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden masih lemah dan multitafsir.
"Masih lemah dan sulit menjerat pelaku-pelaku termasuk pejabat negara yang secara etika melanggar meski dia bukan pelaksana atau petugas kampanye," kata staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya ini. (Baca: Berpaling dari Prabowo, Ayu Azhari: Mereka Ngeri)
ISHOMUDDIN
Berita Lain
Di Balik Pemberedelan Tempo
Berseragam Nazi, Dhani Balik Kecam Pengkritik
Goenawan Mohamad: Media Tak Harus Netral