TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB) meminta maaf atas aksi penghadangan Joko Widodo di dekat gerbang kampus ITB pada Kamis, 17 April 2014. Mereka meminta maaf kepada seluruh pihak yang merasa terganggu atas pemberitaan mengenai kejadian tersebut. "Kami meminta maaf atas kegagalan kami dalam menajemen aksi, terutama dalam ranah teknis yang menjadi banyak sorotan," kata Ketua KM ITB periode 2014-2015, Mohammad Jeffry Giranza, dalam pernyataan klarifikasinya. (Baca: Menolak Jokowi, Ini Alasan Petinggi Mahasiswa ITB)
KM ITB mengaku kecolongan saat menggelar aksi tolak politisasi kampus pada Kamis, 17 April 2014, saat Joko Widodo datang ke kampus ITB. Beberapa aksi di luar skenario itu misalnya jumlah peserta yang lebih dari 40, penghadangan Jokowi, teriakan pengusiran, dan pemasangan spanduk di sekitar kampus. Aksinya, kata dia, tidak ada rencana penghadangan mobil yang diperkirakan ditunggangi Jokowi.
Dalam pernyataan klarifikasi Sabtu, 19 April 2014, KM ITB menyatakan demonstrasi itu telah mendapat izin dari Kongres KM ITB. Adapun mengenai atribut aksi yang telah disepakati yakni spanduk bertuliskan "Kampus Netral Harga Mati" dan "Tolak Politisasi Kampus", serta karangan bunga dengan kalimat "Turut Berdukacita atas Dipolitisasinya Kampus ITB".
Sedangkan rencana aksi yang disepakati yaitu pasukan aksi dibagi menjadi tiga. Peserta longmarch dikomandoi oleh Koplo dari Fisika 2011, aksi di gerbang depan yang dikomandoi oleh mahasiswa Fisika 2011 bernama Adhy, dan pasukan di dalam Aula Timur yang dikomandoi oleh Jeffry Giranza. Jenderal lapangan atau koordinator aksi yang membawahi ketiga pasukan tersebut adalah Okie Fauzi Rahman.
Di lapangan, aksi tidak berjalan sesuai dengan rencana. KM ITB menyebut ada oknum yang memasang spanduk "Tolak Capres Ingkar Janji" di Jalan Taman Sari. "Spanduk tersebut bukan bagian dari aksi kami," ujarnya. Sebab, tujuan awal dari aksi tersebut adalah menyatakan bahwa kampus ITB netral, bukan untuk menyudutkan Pak Jokowi.
Masa aksi yang hadir melebihi target. Hal ini, menurut KM ITB, menyebabkan kondisi di lapangan menjadi sangat dinamis dan sangat mempengaruhi psikologis massa, baik yang mengikuti aksi maupun yang menyaksikan aksi. Rencananya, 40 mahasiswa itu melakukan barikade tutup-buka dan hanya sekadar menyapa Jokowi di dalam mobil. Barikade itu juga untuk menjaga aksi orasi tidak dibubarkan pihak keamanan.
Kenyataannya, rombongan mobil yang ditumpangi Jokowi dicegat. Pantauan Tempo saat itu, lebih dari 50 mahasiswa dengan berbagai jaket jurusan berdiri dan berorasi sambil membentangkan spanduk. Begitu rombongan mobil tiba, belasan mahasiswa bergerak ke jalan masuk lalu menghadang sambil menggamit lengan rekannya. Mobil rombongan terdepan tertahan sekitar lima menit di dekat tiang bendera depan gerbang kampus ITB. Seorang mahasiswa di depan Tempo yang ikut aksi sempat meneriaki mobil itu. "Kampus netral harga mati, pulang, pulang," katanya.
Menurut Jeffry, KM ITB tidak memiliki rencana cadangan ketika massa aksi bertambah dan komandan lapangan kesulitan mengendalikan peserta aksi. Efeknya adalah massa memanas dan seakan menahan mobil masuk dengan barikade. Saat kejadian, ia mengaku sudah berada di dalam Aula Timur ITB.
Mereka juga membantah aksi itu ditunggangi pihak lain. "Saya bukan sama sekali kader PKS," kata Mohammad Jeffry Giranza. Memang, oleh sebagian kalangan, KM ITB dituding menjadi pendukung partai politik tertentu (partisan) dan tidak netral dalam aksinya terkait dengan kedatangan Jokowi. (Baca: Mahasiswa ITB Pengundang Anis dan Hatta Jadi Galau)
Salah seorang pemberi komentar di laman KM ITB terkait dengan klarifikasi aksi menulis bahwa orang-orang KM ITB merupakan simpatisan atau aktivis dakwah PKS. Menurut Jeffri, dirinya dan anggota KM ITB pengurus baru periode 2014-2015 yang terbentuk Maret lalu tidak ditunggangi kepentingan partai politik mana pun. Tujuan utama aksi kami adalah menolak politisasi kampus.
Koordinator aksi, Oky Fauzi Rahman, juga mengatakan mereka tidak berpihak ke mana pun. "Aksi kemarin murni dari mahasiswa yang ingin kampus netral, tidak berpihak pada Jokowi," katanya.
ANWAR SISWADI