Dalam kesempatan itu, Bagja juga mengatakan situasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024 akan lebih rawan daripada kondisi pemilu presiden atau pemilu anggota legislatif lalu.
“Lebih rawan, tren di pilkada lebih rawan, sebab hampir semua tempat kerusuhan itu di pilkada, di pemilu ada satu atau dua kasus tapi di pilkada banyak,” kata Bagja.
Menurut dia, kondisi ini terjadi karena pemilih dan peserta atau calon kepala daerah memiliki kedekatan yang lebih, bahkan diwarnai unsur kekeluargaan dalam kompetisi.
Bawaslu kemudian memetakan tingkat kerawanan dalam setiap pemilihan ke dalam indeks kerawanan pemilu (IKP) yang dibagi dalam empat dimensi. Dari empat dimensi tersebut, menurut Bagja, yang akan meningkat adalah dimensi kontestasi dan sosial politik.
“Empat dimensi yang kami petakan konteks sosial politik, penyelenggara pemilu, kontestasi, dan partisipasi, di mana dimensi kontestasi pasti terjadi permasalahan, pasti konteks sosial politik juga meningkat saat pilkada,” ujarnya.
Karena itu, kata dia, hal penting seperti anggaran harus tersedia saat tahapan pencalonan, karena situasi rawan mulai muncul saat itu.
“Sudah diingatkan saat pencalonan kenapa harus anggaran itu ada, karena saat itu ada pengerahan massa, teman-teman yang mengawasi harus ada anggarannya,” kata dia.
Pilihan editor: Reaksi PKB atas Tudingan Pembentukan Pansus Haji DPR karena Alasan Pribadi