TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Hashim Djojohadikusomo mengatakan transisi demokrasi di Indonesia saat ini dalam bahaya. Menurut dia, bahaya ini muncul lantaran ada salah satu calon presiden yang tidak mau mengakui kekalahannya dalam pemilu presiden. "Jika salah satu kandidat tidak mengakui kekalahannya, yang ditakutkan terjadi kerusuhan," kata Hashim saat konferensi pers di Rumah Polonia, Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Selasa, 15 Juli 2014.
Adik calon presiden nomor urut satu, Prabowo Subianto, itu lantas mencontohkan Kamboja, Thailand, serta Afganistan yang menurut dia pernah gagal saat melakukan transisi demokrasi. "Di sana terjadi kerusuhan akibat salah satu pihak tidak bisa menerima hasil pemilihan presiden," ujarnya.
Menurut Hashim, kondisi itu berpotensi terjadi di Indonesia. Ia mengklaim Prabowo Subianto siap menerima apa pun keputusan Komisi Pemilihan Umum dan Mahkamah Konstitusi. "Saya kira dalam debat Prabowo telah menyampaikannya," ujarnya. Masalahnya, Hasim melanjutkan, ia masih ragu apakah calon presiden nomor urut dua, Joko Widodo, juga memiliki sikap yang sama. "Hingga saat ini saya belum pernah mengetahui sikap Jokowi jika dinyatakan kalah," katanya. (Baca: Polisi Jaga Ketat Pencoblosan Ulang di Mojokerto)
Saat ini kedua calon presiden mengklaim memenangi pemilihan presiden. Pasangan Prabowo-Hatta dinyatakan menang oleh empat lembaga survei, yaitu Jaringan Suara Indonesia, Lembaga Survei Nasional, Indonesia Research Centre, serta Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis. Sedangkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dinyatakan menang oleh tujuh lembaga survei, yaitu Lingkaran Survei Indonesia, Litbang Kompas, Populi Centre, Indikator Politik Indonesia, Radio Republik Indonesia, Poltracking Institute, Saiful Mujani Research & Consulting, serta CSIS-Cyrus. (Baca: Tokoh Sampang Dicurigai Curangi Suara Pilpres)
GANGSAR PARIKESIT
Terpopuler:
Deddy Mizwar Diberi Dua Pilihan jika Main Sinetron
Hasil Pemilu Menurun, Ical Didesak Gelar Munas
BI: Jangan Kaget dengan Uang NKRI