Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. ANTARA/Dhoni Setiawan
TEMPO.CO, Semarang - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta dua kubu pasangan calon presiden menghentikan kampanye bernada fitnah dan provokasi. Cara ini sangat berbahaya karena bisa menyulut konflik antar-pendukung. "Harus saling menghormati. Jangan ada provokasi. Fitnah-fitnah harus dihentikan," kata Ganjar, yang juga politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ahad, 29 Juni 2014.
Kampanye fitnah dan provokatif, menurut Ganjar, banyak muncul seperti saling copot spanduk calon presiden di Magelang. Ganjar juga mendapat laporan ada salah satu posko yang sedang digunakan rapat pendukung calon presiden tertentu tapi malah ada pendukung calon presiden lain yang memasang stiker di luar posko tersebut. "Tindakan seperti ini bisa memancing kemarahan," ujar Ganjar.
Ganjar meminta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah turun ke lapangan untuk meredam gejolak tersebut. Badan Pengawas Pemilu juga harus proaktif. "Gemericik kayak gini kalau tidak diselesaikan, kami khawatir bisa membesar," ujar Ganjar. (Baca: Teror di Rumah Politikus Demokrat)
Menurut Ganjar, model kampanye edukatif sebaiknya lebih diutamakan ketimbang kampanye destruktif. Misalnya, memberikan panggung agar dua capres bisa saling mengekspresi. "Enggak perlu pakai marah-marah," ujar ketua relawan Jokowi-JK di Jawa Tengah tersebut.
Di Magelang, Gerakan Pemuda Ansor menyatakan para kadernya solid mendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. "Kami sudah rapat koordinasi cabang untuk memantapkan soliditas untuk mendukung pasangan Jokowi-JK. Hasil rapat itu selanjutnya ditindaklanjuti hingga tingkat anak cabang dan ranting untuk memenangkan Jokowi-JK dalam pilpres di Kabupaten Magelang," kata Ketua GP Ansor Kabupaten Magelang Ahmad Chabibulah di Magelang, seperti dikutip dari Antara.
Sekitar 350 petinggi GP Ansor di Kabupaten Magelang menghadiri rapat koordinasi organisasi. Menurut dia, Jokowi-JK merupakan pasangan figur yang menghargai tradisi budaya dan memposisikan aspek religiusitas. "Religiusitas mereka bukan sebatas aspek legal formal, tetapi nilai-nilai religiusitas sebagai inspiriasi dan spirit."