Pemilu 2024, Rumah Demokrasi Minta Bawaslu Miliki Mitigasi Digitalisasi dan awasi Sistem IT KPU
Reporter
Ade Ridwan Yandwiputra
Editor
Febriyan
Jumat, 2 Juni 2023 14:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rumah Demokrasi meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki mitigasi sistem informasi digital dalam penyelanggaraan Pemilu 2024. Pimpinan Rumah Demokrasi, Ramdansyah, mengatakan, dengan semakin majunya teknologi, maka penyelenggara Pemilu sangat wajar menggunakan perangkat teknologi, tetapi jangan sampai hal tersebut merugikan penyelenggaraan Pemilu.
Menurut dia, Bawaslu dan KPU harus belajar dari kasus serangan siber terhadap Bank Syariah Indonesia (BSI). Dia menilai serangan tersebut harus dilihat sebagai early warning untuk dapat merformulakan hal-hal yang patut disiapkan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Patut adanya mitigasi terhadap kasus seperti ini sebagai upaya perlindungan hak-hak korban," kata Ramdansyah melalui keterangan persnya, Kamis 1 Juni 2023.
Bawaslu harus memilki akses untuk mengawasi sistem informasi KPU
Ramdansyah mengatakan, Bawaslu diharapkan dapat memiliki akses untuk mengawasi sistem informasi yang dimiliki KPU. Selain untuk memudahkan pembuktian adanya pidana Pemilu, juga untuk melakukan kontrol maksimal.
"Rumah Demokrasi menyoroti agar Bawaslu dapat selalu melakukan kontrol maksimal terhadap digitalisasi Pemilu," kata Ramdansyah.
Ramdansyah mengatakan, pada prinsipnya digitalisasasi penyelenggaraan Pemilu merupakan adopsi teknologi digital untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses kontestasi politik guna wujudkan Pemilu berkualitas.
Namun, digitalisasi dan teknologi Pemilu haruslah dalam kerangka yang selaras dengan tujuan Pemilu, yakni untuk meningkatkan kepercayaan publik pada proses transisi pemerintahan melalui Pemilu.
"Untuk itu Bawaslu yang core utamanya adalah pengawasan, harus selangkah lebih maju dan mampu adaptif dalam menerapkan berbagai upaya pengawasan Pemilu termasuk adaptif dalam hal semacam ini," kata dia.
Serangan siber dalam Pemilu di Indonesia
<!--more-->
Dalam sejarah Pemilu di Indonesia, pernah terjadi sejumlah Serangan terhadap sistem informasi yang dimiliki oleh KPU. Pada 2004 misalnya, seorang peretas yang menamakan dirinya Xnuxer pernah membobol situs KPU. Tak tanggung-tanggung, dia berhasil meretas situs tabulasi nasional pemilu.
Pria yang belakangan diketahui bernama Dani Firmansyah itu mengganti nama partai politik menjadi "Jambu", "Mbah Jambon", hingga "Kolor Ijo."
Dani mengatakan peretasan itu dilakukan untuk mengetes keamanan sistem KPU yang dibangun dengan anggaran sekitar Rp 152 miliar tersebut. Dani kemudian divonis penjara 6 bulan 12 hari.
Pada 2018 peretasan situs KPU kembali membuat geger. Pasalnya, situs tersebut digunakan untuk menghitung perolehan suara Pilkada serentak 2018. Meskipun demikian, KPU menyatakan hal itu tak mempengaruhi hasil akhir perhitungan suara.
Dua tahun berselang, kegegeran kembali terjadi setelah 2,3 juta data pemilih yang disebut berasal dari sistem teknologi informasi KPU tersebar di dunia maya. Data yang bocor termasuk nama lengkap, Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga (KK), tempat dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin, status perkawinan hingga alamat lengkap.
Sipol KPU sempat dikeluhkan saat pendaftaran partai calon peserta Pemilu 2024
Untuk Pemilu 2024 KPU mengklaim telah melakukan perbaikan terhadap keamanan sistem IT yang mereka miliki. Diantaranya dengan menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Juru Bicara BSSN Ariandi Putra menyatakan pihaknya sudah melakukan empat tahap pengamanan terhadap sistem IT KPU yang mulai dilaksanakan pada Januari 2023. Pengamanan itu akan berlangsung hingga akhir 2024. Salah satu langkah pengamanan itu adalah dengan membentuk Computer Security Insiden Response Team (CSIRT).
Meskipun demikian, sistem IT KPU sempat dipermasalahkan sejumlah partai politik saat pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024. Partai Buruh misalnya, menyatakan jumlah anggota partai yang didaftarkan dengan data yang muncul di Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU berbeda.
"Tidak seluruhnya anggota Partai Buruh yang didaftarkan ke Sipol itu berhasil tampil di Sipol KPU. Kita sudah memasukkan data tahap pertama lebih dari 250 ribu, tetapi yang tampil di Sipol KPU tidak (mencapai) 250 ribu," kata Ketua Timsus Pemenangan Partai Buruh Said Salahuddin
kepada wartawan di kantor KPU, Jakarta, 8 Maret 2023.
Partai Prima bahkan sempat mengajukan gugatan hingga ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah mereka dinyatakan gugur dalam verifikasi administrasi. Padahal, partai besutan Agus Jabo itu mengaku kesulitan mengakses Sipol KPU saat masa pendaftaran calon peserta Pemilu 2024. Setelah PN Jakarta Pusat mengeluarkan putusan, KPU akhirnya kembali membuka akses Sipol untuk Partai Prima untuk melakukan perbaikan dokumen. Meskipun demikian, Partai Prima kemudian dinyatakan gagal menjadi peserta Pemilu 2024 dalam verifikasi faktual.