Alasan Kelompok Teroris Manfaatkan Aksi 22 Mei Menurut Pengamat
Reporter
Friski Riana
Editor
Endri Kurniawati
Minggu, 19 Mei 2019 12:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat intelijen dan keamanan, Stanislaus Riyanto mengatakan ada sejumlah alasan yang membuat kelompok teroris memanfaatkan momentum hari penetapan pemilihan presiden pada 22 Mei 2019. "Didukung situasi adanya kerumunan massa, konsentrasi aparat keamanan, dan publikasi media," kata Riyanto kepada Tempo, Ahad, 19 Mei 2019. Kerumunan massa yang dimaksud adalah adanya sejumlah masyarakat dari berbagai daerah yang akan melakukan Aksi 22 Mei 2019 atau Ifthor Akbar 212.
Menurut dia, kelompok radikal pelaku teror ini sebetulnya tidak berhubungan langsung dengan kelompok politik. Mereka anti demokrasi, namun menemukan momentum Pemilu 2019 untuk melakukan aksinya sebagai bentuk perlawanan terhadap negara.
Baca juga: Waktunya Semakin Dekat, Inilah Lima Hal tentang Aksi 22 Mei ...
Riyanto mengatakan bukti bahwa mereka antidemokrasi juga ada. Misalnya, dari hasil penelusuran ditemukan media propaganda Hanifiyah Media pada 4 April 2019 dengan judul Syirik Parlemen dan Undang-Undang. "Sangat mudah diperoleh dalam format softcopy berisi propaganda yang menentang sistem demokrasi Indonesia."
Beberapa bulan sebelumnya, Hanifiyah Media pada 22 Februari 2019 juga memuat propaganda tentang Kutukan Ajaran Demokrasi. Beredarnya media propaganda itu, ujar Riyanto, menunjukkan bahwa rencana aksi oleh kelompok radikal untuk mengganggu Pemilu sudah direncanakan. "Terbukti dengan adanya propaganda yang masif yang mengarah kepada anti demokrasi."
Baca juga: Moeldoko: Ada Potensi Kelompok Terlatih Membonceng Aksi 22 Mei ...
Ia menengarai ada dua kelompok teroris yang berencana memanfaatkan Aksi 22 Mei 2019. Salah satunya kelompok Jamaah Ansharud Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS dan kelompok Al Jamaah Al Islamiyyah yang berafiliasi dengan Al Qaeda. Hal itu terungkap setelah penangkapan sembilan anggota JAD di sejumlah daerah di Pulau Jawa selama Mei 2019. Juga terduga teroris di Gresik yang merupakan anggota Al Jamaah Al Islamiyyah ditangkap polisi pada Sabtu, 18 Mei 2019.
Riyanto memperkirakan penangkapan yang dilakukan kepolisian akan terus dilakukan karena radikalisasi yang sangat masif. Dalam beberapa kasus, penangkapan terduga teroris bisa memicu aksi dari anggota kelompok lainnya. "Yang paling peting adalah penangkapan ini akan mengurangi kekuatan mereka secara signifikan."