Golput Merebak Menjelang Pemilu, Begini Asal Muasalnya
Reporter
Egi Adyatama
Editor
Endri Kurniawati
Rabu, 27 Maret 2019 10:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Golput mulanya merupakan gerakan protes mahasiswa dan pemuda saat Pemilu 1971, pemilu pertama di era Orde Baru. Aktivis Universitas Indonesia Imam Waluyo menjadi pencetus istilah Golput, namun aktivis angkatan 66 lain, Arief Budiman menjadi sosok yang memimpin gerakan ini.
Kata “putih” dipilih merujuk pada anjuran agar mencoblos bagian putih di surat suara, di luar gambar partai politik peserta Pemilu. Gerakan ini pun kemudian juga dikenal sebagai istilah perlawanan bagi Golongan Karya (Golkar) yang saat itu menjadi partai politik dominan.
Baca: MUI Sebut Golput Haram, Pengacara: Money Politics Lebih Bahaya
KPU mencatat dalam tiga kali pemilu terakhir menunjukan terjadi kenaikan jumlah golput. Jumlahnya sekitar 23 persen hingga 30 persen. Pada pemilu 2004 golput sebesar 23, 3 persen. Pada pemilu 2009, angka golput 27,45 persen dan 30,42 persen pada pemilu 2014.
Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2014 menyatakan penyebab golput beragam. Mulai dari lupa hari pemungutan suara, pindah domisili, sedang bepergian, sakit, atau bahkan ada juga faktor politis.
Baca: MUI: Tak Ada Pemimpin Ideal, Jangan Golput
Berbagai upaya dilakukan untuk menekan angka golput. Mulai dari sosialisasi pencoblosan yang benar hingga muncul fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melakukan golput. Fatwa ini dikeluarkan pada saat pemilihan presiden 2014.
Memasuki pilpres 2019, MUI kembali menegaskan larangan untuk golput. Mereka menyebut golput merupakan hal yang dilarang dalam agama islam. "Kalau kita tidak menggunakan hak pilih kita, kalau terjadi chaos, kesalahan anda. Tidak ada (pemimpin yang benar-benar) yang ideal di dunia ini," kata Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI, Muhyiddin Junaidi, Senin, 25 Maret 2019, di Kantor Wakil Presiden, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
EGI ADYATAMA | IRSYAN HASYIM | FRISKI RIANA