TEMPO.CO, Semarang - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah menemukan 13 pelanggaran saat pemilihan presiden dan wakil presiden 9 Juli lalu. "Pelanggaran tersebut terjadi di 9 kabupaten/kota di Jawa Tengah," kata anggota Bawaslu Jawa Tengah, Teguh Purnomo, di Semarang, Ahad, 13 Juli 2014. Daerah itu adalah Banyumas, Sragen, Cilacap, Karanganyar, Boyolali, Wonosobo, Demak, Purbalingga, dan Purworejo.
Teguh menyatakan Bawaslu sedang mengawal tiga perkara pidana pemilu presiden dan wakil presiden 2014 di Purbalingga dan Sragen. Pelanggaran pidana tersebut adalah adanya anggota panitia pemungutan suara (PPS) 2 Tegal Ombo, Kalijambe, Sragen, Mulyadi, yang mencoblos lebih dari sekali. Sesuai aturan, mencoblos lebih dari dua kali adalah termasuk tindak pidana pemilu. (Baca: Ditemukan 15 Jenis Pelanggaran Pilpres di Jatim)
Bawaslu juga mengusut tim kampanye calon presiden nomor urut satu Prabowo-Hatta, Yayuk, yang membagikan alat peraga kampanye berupa stiker dan kartu nama kepada masyarakat di luar jadwal kampanye. Kasus yang terjadi di Sambirejo, Sragen, itu direkomendasikan sebagai tindak pidana pemilu.
Bawaslu juga sedang mengusut pidana pemilu berupa kampanye di luar jadwal dan penyalahgunaan fasilitas negara berupa rumah dinas yang dilakukan Wakil Bupati Purbalingga Tasdi. Peristiwa yang terjadi pada 7 Juli 2014 itu, Tasdi mengumpulkan sebanyak 400 orang di pendopo rumah dinas. Tasdi memberi pengarahan ke peserta pertemuan untuk memilih pasangan capres nomor urut dua, Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Karena masuk kategori dugaan pidana pemilu, Bawaslu masih melakukan pengumpulan bukti dan saksi-saksi. Jika sudah lengkap maka Bawaslu akan melimpahkan ke Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum (Gakumdu) yang terdiri dari kepolisian dan kejaksaan. Jika Gakumdu menyatakan bukti kuat maka akan dilimpahkan ke pengadilan agar para pelaku diadili.
Bawaslu sebenarnya juga menemukan dugaan praktek politik uang di RW 10, Kelurahan Kledungkradenan, Banyuurip, Purworejo, pada 8 Juli 2014. Ketua Pimdes Partai Golkar Kelurahan Kledongkradenan, Supandi, memberikan uang Rp 1,5 juta kepada Budiyono. Uang dibagikan kepada 46 warga agar mencoblos Prabowo-Hatta.
Teguh menyatakan sudah mengkaji di sentra Gakumdu. Hasilnya laporan tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak memenuhi unsur politik uang karena dilakukan di masa tenang. Sesuai Pasal 215 dan Pasal 232 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, politik uang hanya bisa dijerat jika dilakukan pada masa kampanye dan masa pemungutan suara.
Bawaslu juga mengusut perangkat Desa Dusun Kagungan, Desa Gumelar, Kecamatan Wadaslintang, tidak netral karena membagikan surat pajak sambil meminta mencoblos calon presiden nomor urut satu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. "Tapi, setelah diusut ternyata tidak memenuhi unsur sehingga direkomendasikan pelanggaran administratif."
Teguh menyatakan pemilu presiden 2014 juga diwarnai banyak pelanggaran berupa ketidaknetralan anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS). Misalnya terjadi di TPS 8 Desa Bulaksari, Bantarsari, serta TPS 3 dan 12 Desa Kutawaru, Cilacap Tengah. Anggota KPPS membagi stiker capres Prabowo-Hatta bersamaan dengan pembagian C-6 (undangan memilih). KPU sudah mencopot KPPS tersebut sesuai dengan rekomendasi Bawaslu. (Baca: Gerindra Sebut 1.245 TPS di Jakarta Bermasalah)
KPUD Jawa Tengah juga sudah mengantongi berbagai kasus yang terjadi dalam pemilu presiden. Ketua KPUD Jawa Tengah Joko Purnomo mencontohkan adanya anggota KPPS di Sragen yang juga perangkat desa menggunakan hak pilih dua kali.
"Dia memiliki dua surat undangan memilih. Kami juga mendalami karena diduga dilakukan secara terencana," kata Joko seraya memastikan kasus-kasus ini sebagai bahan koreksi untuk pemilu mendatang.
ROFIUDDIN
Berita lainnya:
Pemimpin ISIS Pakai Arloji Rolex Jadi Perbincangan
Aliran Listrik di Bali Terputus
Israel Bombardir Masjid Gaza
4 Lembaga Survei Dilaporkan ke Polisi