Prabowo Subianto (kanan) menyapa Jokowi disaksikan Hatta Rajasa dalam Debat Capres Cawapres 2014 di Hotel Bidakara, Jakarta, 5 Juli 2014. AP/Dita Alangkara
TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan presiden tahun ini lebih panas dibanding pemilihan sebelumnya. Para pendukung setiap pasangan saling debat hingga hujat di berbagai media sosial. Bila para pendukung itu tidak menerima perbedaan secara bijaksana, maka kondisi tersebut berpotensi meretakkan hubungan pertemanan bahkan kekeluargaan.
"Masing-masing mempertahankan dan membela capres yang didukung, saling ngotot, dan mempertahankan pendapat masing-masing," kata psikolog Ratih Ibrahim kepada Tempo, Senin, 21 Juli 2014.
Menurut Ratih, tidak semua orang bisa secara dewasa menerima perbedaan. Apalagi bila perbedaan itu dibumbui oleh sikap saling menjelekkan dan menghujat. Yang lebih berbahaya, Ratih melanjutkan, bila konflik yang dipicu perbedaan sikap politik itu dibawa ke ranah rumah tangga.
Ratih berharap para pendukung pasangan calon tidak terlalu fanatik apalagi saling hujat. Ia juga berharap perbedaan pilihan itu bisa selesai setelah Selasa, 22 Juli 2014, nanti Komisi Pemilihan Umum mengumumkan pasangan pemenang pemilihan presiden.
"Ada yang bisa mereda, ada pula yang masih melanjutkan perbedaan pendapatnya, kembali pada kedewasaan masing-masing," kata Ratih (Baca: Cara Tim JK Merayakan Kemenangan)
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024
22 Desember 2021
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024
Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.