Seorang pendukung calon presiden Joko Widodo, mengacungkan kedua tangannya saat Jokowi memparakan jawabannya pada debat capres sesi tiga yang diselenggarakan di Hotel holiday Inn Kemayoran, Jakarta (22/06). Dalam Debat Capres Sesi 3 kali ini mengangkat tema ketahanan nasional dan politik internasional. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Deklarasi mendukung pasangan calon presiden Jokowi dan Jusuf Kalla yang dilakukan oleh Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia (Almisbat) di Kabupaten Garut, Jawa Barat pada Jumat malam, 27 Juni dihalang-halangi oleh kepolisian dan pemerintah daerah setempat. Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Almisbat Garut Iwan Setiawan yang mengaku diintimidasi oleh Kepolisian Resor Garut.
"Jelang deklarasi, kami dipanggil bolak-balik oleh kepolisian dengan dalih izinnya belum komplit," kata Iwan saat dihubungi Sabtu 28 Juni 2014. Akhirnya setelah berdebat, kata dia, pihak Satuan Intelijen Kepolisian Resor Garut mengatakan tak akan bertanggung jawab atas pelaksanaan acara.
Saat berlangsung acara, Iwan menilai kelompoknya mendapatkan intimidasi dari aparat. "Mereka berkeliling dengan berpakaian preman serta memasang muka tak bersahabat," kata dia. Listrik pun yang mengalir ke pengeras suara tiba-tiba mati. Padahal arus listrik dan sound system Masjid Agung di samping lapangan masih hidup.
Kepolisian dan Panitia Pengawas Pemilu di sana melarang Almisbat memasang atribut kampanye Jokowi-JK. "Mencegah bentrok," kata Iwan. Musababnya, bendera kandidat lain sudah memenuhi lapangan yang dekat dengan pusat pemerintahan di Garut itu.
Ia menilai intimidasi itu atas perintah pejabat teras di Garut yang memang dekat dengan Gerindra. "Bupati orang Himpunan Kerukunan Tani Indonesia versi Prabowo," kata dia.
Almisbat mengklaim menurunnya elaktabilitas suara Jokowi-JK ternyata bukan karena faktor alami. "Namun akibat suasana mencekam lantaran ketakutan menyusul intimidasi, teror dan ancaman," kata dia. Anehnya, kata dia, intimidasi itu dilakukan instrumen negara.