Ini Surat Sutradara 'Jagal' Soal Capres Indonesia  

Reporter

Jumat, 27 Juni 2014 15:47 WIB

Joshua Oppenheimer meraih penghargaan dokumenter terbaik lewat filmnya "The Act Of Killing" dalam British Academy of Film and Arts (BAFTA) awards di Royal Opera House, London, Inggris, Minggu (16/2). REUTERS/Suzanne Plunkett

TEMPO.CO, Jakarta - Sutradara film Jagal (The Act of Killing) meraih nominasi film dokumenter terbaik Oscar, Joshua Oppenheimer menorehkan perhatiannya pada pemilihan presiden Indonesia dengan membuat surat terbuka kepada masyarakat Indonesia. Surat terbuka itu juga di-posting di laman Facebook milik Joshua, Jumat, 27 Juni 2014.

"Saya setuju dan bangga pernyataan saya 'Mengapa Saya Peduli dengan Pemilihan Presiden Indonesia' diterbitkan," kata Joshua kepada Tempo, Jumat sore, 27 Juni 2014.

Joshua dalam pernyataan terbukanya, antara lain mengatakan sisi gelap Indonesia dan secara umum sisi gelap kemanusiaan ini mewujudkan dalam satu calon presiden, Prabowo Subianto. "Sekalipun Prabowo sendiri tidak muncul dalam film Jagal," kata Joshua.

Berikut surat pernyataan terbuka Joshua yang diterbitkan dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris:

Film Jagal (The Act of Killing) memaparkan suasana hari ini yang dihantui korupsi, ketakutan, dan premanisme, kesemuanya dilandaskan pada impunitas atas pelanggaran berat hak asasi manusia berikut kejahatan terhadap kemanusiaan.

Film Jagal menggambarkan para oligarki yang menjarah sebuah bangsa yang bergelut dengan trauma, yang mengipasi kebencian rasis anti-Tionghoa, yang mengutus para preman untuk melaksanakan pekerjaan kotor mereka—termasuk membunuh dalam skala besar—untuk memperkaya diri mereka sendiri, dan untuk terus menggenggam kekuasaan.

Sisi gelap Indonesia dan secara umum sisi gelap kemanusiaan ini mewujud dalam satu calon presiden, Prabowo Subianto, sekalipun Prabowo sendiri tidak muncul dalam film Jagal.

Oleh karena itu saya berharap Jokowi akan terpilih sebagai presiden pada 9 Juli mendatang. Jokowi bukanlah seorang oligarki. Sebagai Gubernur DKI Jakarta, ia telah menunjukkan kepeduliannya pada problema rakyat kebanyakan, mungkin jauh lebih peduli daripada politisi yang manapun sejak genosida 1965, ketika Soeharto dan para kroninya mengubah pemerintahan menjadi kleptokrasi yang bertahan hingga hari ini. Kita bisa, setidaknya, berharap bahwa Jokowi akan membawa perjalanan politik nasional ke arah yang baru. Kita tak mungkin menggantungkan harapan seperti ini pada Prabowo.

Di atas segalanya, saya berharap Jokowi menang karena, tidak seperti pesaingnya, Jokowi tidak pernah melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Jokowi tidak pernah menculik atau membunuh manusia lain, dan tidak pernah dituduh berbuat demikian.

Beberapa hari terakhir ini, banyak yang bertanya, mengapa saya peduli. Seringkali, pertanyaan tersebut diikuti dengan pertanyaan lanjutan: mengapa saya tidak memusatkan perhatian pada pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah negara saya sendiri, Amerika Serikat? Pada pertanyaan kedua, jawaban saya sederhana: Itulah yang sedang saya lakukan. Pemerintah negara saya juga adalah pelaku genosida 1965 di Indonesia, dan pelaku berbagai kejahatan di seluruh dunia.

Saya malu akan hal ini, demikian juga seharusnya warga Amerika Serikat yang lain. Dan kalau kita tidak munafik, kita harus menuntut penghentian impunitas di Tanah Air, bukan hanya di luar negeri. Lima puluh tahun terlalu lama untuk menyangkal bahwa sebuah genosida adalah ‘genosida.’ Sudah waktunya bagi Amerika Serikat, Inggris Raya, dan negara-negara lain yang mendukung genosida (juga pelanggaran HAM selanjutnya yang dilakukan rezim Orde Baru) mengakui peran mereka di dalam berbagai kejahatan ini, dan menjelaskan kepada publik rincian peran serta mereka. Seperti pemerintah Indonesia, pemerintah negara saya pun harus bertanggung jawab sepenuhnya atas perannya dalam pembantaian tersebut.

Tetapi saya peduli dengan hak-hak asasi manusia di Indonesia lebih karena alasan pribadi—lebih pribadi daripada karena saya telah menghabiskan 13 tahun bekerja dengan para penyintas dan pelaku pembunuhan massal 1965. Saya peduli karena saya percaya bahwa semua pelanggaran hak asasi manusia, semua kejahatan terhadap kemanusiaan, adalah kejahatan terhadap seluruh umat manusia di mana pun. Alasan yang sebaiknya juga melandasi kepedulian Anda.

Semua orang Indonesia, dan semua manusia di mana pun, harus mencegah seorang pelanggar HAM seperti Prabowo Subianto menjadi presiden.

Joshua Oppenheimer

Sutradara film Jagal l The Act of Killing


MARIA RITA


Berita lainnya:


Berita terkait

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.

Baca Selengkapnya

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.

Baca Selengkapnya

Kisah Anwar Congo, Eksekutor Para Terduga Simpatisan PKI

29 September 2021

Kisah Anwar Congo, Eksekutor Para Terduga Simpatisan PKI

Bagaimana Anwar Congo mengeksekusi terduga simpatisan PKI diceritakan dalam film Jagal (The Act of Killing) karya Joshua Oppenheimer

Baca Selengkapnya

Dua Film Ini Punya Kisah Alternatif Mengenai Tragedi 1965

29 September 2021

Dua Film Ini Punya Kisah Alternatif Mengenai Tragedi 1965

Jagal dan Senyap, dua film karya Joshua Oppenheimer ini punya cerita alternatif mengenai tragedi 1965

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta di Balik Film Pengkhianatan G30S/PKI Durasi 3 Jam 40 Menit

19 September 2021

Fakta-fakta di Balik Film Pengkhianatan G30S/PKI Durasi 3 Jam 40 Menit

Film Pengkhianatan G30S/PKI yang disutradarai Arifin C. Noer, kerap jadi kontroversi menjelang 1 Oktober. Berikut 4 fakta film yang diproduksi PPFN in

Baca Selengkapnya

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.

Baca Selengkapnya

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini

Baca Selengkapnya

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.

Baca Selengkapnya

Film The Look of Silent 'Senyap' Raih Spirit Award  

28 Februari 2016

Film The Look of Silent 'Senyap' Raih Spirit Award  

Film dokumenter The Look of Silence (Senyap) mendapat penghargaan film dokumenter terbaik di Film Independent Spirit Awards.

Baca Selengkapnya

Kaleidoskop Film 2015: Senyap Paling Dicari dan Kontroversi  

27 Desember 2015

Kaleidoskop Film 2015: Senyap Paling Dicari dan Kontroversi  

Sejak pertama kali dirillis 11 September 2014 di Italia, film Senyap yang berkisah tentang korban tragedi 1965 menuai kontroversi namun paling dicari

Baca Selengkapnya