Caleg di Bangkalan Minta Rekapitulasi Dihentikan
Editor
Kukuh S Wibowo Surabaya
Sabtu, 12 April 2014 17:31 WIB
TEMPO.CO, Bangkalan - Sejumlah calon legislator bersama puluhan simpatisannya berunjuk rasa ke kantor Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Sabtu, 12 April 2014. Mereka meminta proses rekapitulasi surat suara dihentikan karena terjadi penggelembungan perolehan suara partai politik. "Kami punya bukti," kata calon legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Kabupaten Bangkalan, Sugianto.
Menurut Sugianto, penggelembungan suara tersebut sangat tidak wajar. Di salah satu TPS, misalnya, kata dia, suara Partai Kebangkitan Bangsa dalam form D1 yang diisi KPPS hanya 231 suara. Namun setelah disalin ke tingkat desa, dalam formulir C1 yang diisi petugas PPS, suara PKB melonjak menjadi 1.631 suara.
Menurut Sugianto, penggelembungan ini terjadi karena penghitungan suara di tingkat desa tanpa mengikutsertakan petugas KPPS. Jadi, hasil suara yang tercatat di formulir C1 tingkat TPS berbeda dengan hasil rekapitulasi pada formulir D1 yang dilakukan PPS ditingkat Desa. "Rekapitulasi di form D1 berlawanan dengan C1. Ini harus diusut dulu sampai tuntas," katanya.
Hal senada juga diungkapkan caleg dari PKS, Achmad Mustamin. Berdasarkan temuannya, penggelembungan suara tidak hanya terjadi pada tingkat kabupaten, tapi tingkat provinsi dan pusat. "Seperti Golkar di form C1 di tingkat KPPS hanya 2.457, di form D1 naik menjadi 3.737 suara. Partai Demokrat dari 899 meningkat menjadi 2.979 suara. PPP juga dari 180 menjadi 1.217 suara," ujarnya.
Atas dasar temuan tersebut, Mustamin berharap penghitungan di tingkat PPK dihentikan sampai semua hasil rekapitulasi kembali sesuai dengan penghitungan di tingkat TPS. Anggota Panwaslu Kecamatan Kamal, Mohammad Saihu, menyatakan akan menampung semua keluhan para caleg.
Namun soal rekapitulasi dihentikan atau tidak harus berkonsultasi lebih dahulu dengan Panwaslu dan KPU Bangkalan. "Yang pasti, masalah penggelembungan suara ini ranahnya pidana. Jika betul, pasti diproses secara pidana," katanya.
MUSTHOFA BISRI