TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menilai debat dua calon presiden, Joko Widodo dan Prabowo Subianto, pada Ahad, 22 Juni 2014, positif dan meneduhkan. Debat bertemakan hubungan internasional serta keamanan nasional. “Kedua calon presiden mengedepankan cara-cara diplomasi untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada,” kata Marty di Gedung Pancasila, Jakarta, Selasa, 24 Juni 2014.
Upaya penyelesaian masalah Laut Cina Selatan misalnya, kedua capres mengedepankan kebijakan bersahabat dengan kawasan. Pernyataan Prabowo, seribu kawan kurang, satu musuh terlalu banyak, menurut Marty, adalah pernyataan yang meneduhkan. “Pernyataan itu sangat diperhatikan negara-negara tetangga kita, pernyataan yang akan melanjutkan visi pemerintah saat ini tentang pentingnya menjalin persahabatan dengan seribu kawan tanpa satu pun musuh,” ujar Marty. (Baca: Debat Capres Naikkan Elektabilitas Prabowo-Hatta)
Di lain pihak penekanan terhadap perlindungan warga, terutama penekanan tentang pentingnya langkah-langkah pencegahan tentang pelatihan, persiapan, adalah sesuatu yang terus-menerus disuarakan oleh pemerintah selama ini, khususnya Kementerian Luar Negeri. “Ingat upaya kita mengenai perlindungan warga di luar negeri mencakup tiga bidang. Pencegahan, deteksi dini, perlindungan,” kata Marty. (Baca: Debat Capres, Jokowi Fokus Beli Drone)
Sedangkan soal penekanan terhadap masalah kelautan, Marty menyatakan hal itu sudah menjadi bagian yang melekat dari pelaksanaan diplomasi Indonesia. “Apakah yang dulunya menyangkut perjuangan konsep wawasan Nusantara, dalam memperjuangkan hukum laut internasional, apakah yang menyangkut penanganan perbatasan, delimitasi perbatasan laut kita dengan negara tetangga,” paparnya.
Dia mengingatkan keberhasilan Indonesia dan Filipina menyepakati delimitasi zona ekonomi eksklusif yang sudah dibahas selama 20 tahun, sekitar tiga pekan lalu. “Jadi secara keseluruhan, sangat teduh pernyataan-pernyataannya, sangat konstruktif dan saya kira tidak ada perbedaan yang fundamental dari kedua calon presiden dan saya kira ini sebenarnya keberlanjutan dari praktek selama ini."
NATALIA SANTI
Berita lainnya:
Lebih dari 1.000 Orang Tewas di Irak Sepanjang Juni
Netanyahu Ingatkan AS untuk Tak Gandeng Iran
Uni Eropa Larang Anggotanya Impor Produk Crimea