Dia juga mengatakan residu kepemiluan yang berupa pengaduan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu yang seharusnya dapat diselesaikan di tingkat Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu), Bawaslu, atau belum diproses dan diadukan ke DKPP RI juga menjadi perhatian pihaknya.
“Ini adalah realitas kepemiluan kita, realitas penyelenggaraan pemilu kita. Kita bangga sukses menyelenggarakan pemilu, tetapi ternyata muncul beberapa pelanggaran etik yang jumlahnya besar,” ucapnya.
Karena itu, dia mengajak media membantu mewartakan setiap perkembangan tahapan Pilkada 2024 kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengadukan dugaan pelanggaran yang terjadi ke lembaga yang tepat, seperti DKPP atau Bawaslu.
Pada Mei lalu, Heddy menyebutkan pihaknya telah menangani 325 perkara tahun lalu. Adapun setengah dari jumlah perkara itu berkaitan dengan rekrutmen penyelenggara ad hoc oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Lima puluh persen itu jumlahnya 297,” kata Heddy dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu malam, 15 Mei lalu.
Adapun 13 persen atau 82 kasus di antaranya berkaitan dengan rekrutmen badan ad hoc di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Pilihan editor: Hadapi Debat Kedua Pilkada Jakarta, Pramono Anung Siapkan Gagasan Pemerintahan Terbuka