TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Universitas Jember Hermanto Rohman MPA mengatakan butuh kerja politik yang besar untuk mewujudkan hak angket mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 di DPR.
"Jika ternyata diajukan angket dan tidak tercapai kuorum dalam paripurna atau tertolak dalam paripurna maka usul tersebut tidak dapat diajukan kembali, sehingga butuh kerja politik yang besar dan pertimbangan sikap politik ke depan akan berpengaruh," katanya di Jember, Jawa Timur, Jumat malam, 23 Februari 2024.
Sebelumnya calon Presiden Ganjar Pranowo mengusulkan pada partai pendukungnya untuk mengajukan hak angket itu. Capres lain Anies Baswedan dan partai-partai politik pendukung kedua capres ini siap mendukung.
Menurut Hermanto, hak angket bisa diajukan terkait implementasi suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga berlawanan dengan peraturan perundang-undangan.
"Pengajuan hak angket terkait kecurangan pemilu bisa diajukan jika pengusul bisa menunjukkan bahwa ada implementasi UU terkait pemilu yang berlawanan dengan peraturan perundang undangan dan ini menjadi persoalan strategis dan berdampak bagi masyarakat luas," tuturnya.
Kesuksesan hak angket itu tidak cukup hanya menunjukkan bukti atau temuan secara substansi, namun harus juga melewati proses politik di DPR sebagaimana yang diatur Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014.
"Di antaranya diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi, dan usulan hak angket harus mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota DPR dan keputusan disetujui lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir," ujarnya.
PDIP sebagai pengusung Ganjar-Mahfud mempunyai 128 anggota, sedangkan PPP 19 orang. Sementara kubu Anies-Muhaimin berkekuatan 167 orang ( NasDem 59 orang, PKB 58 orang, dan PKS 50 orang).
Secara teori, jumlah itu cukup untuk mengegolkan hak angket. Tapi pendukung kubu 02, tentu tidak akan tinggal diam.
Pilihan editor Bawaslu: Soal Sirekap, KPU Harus Jawab Pertanyaan Ini