TEMPO.CO, Jakarta - Tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkapkan kesakitan dan kematian para petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) Pemilu 2019 merupakan kejadian alamiah, tidak ada kaitannya dengan dugaan kecurangan. “Melainkan karena disebabkan oleh beban kerja yang terlalu tinggi dan riwayat penyakit sebelumnya,” kata Koordinator Kajian Lintas Disiplin UGM, Abdul Gaffar Karim di Gedung KPU, Jakarta, Selasa, 25/6.
Baca juga: Peneliti UGM: Beban Kerja Tinggi Penyebab Petugas KPPS Meninggal Dunia
Abdul Gaffar mengatakan bahwa yang ingin digarisbawahi adalah sakit dan kematian petugas KPPS itu tidak semua terkait dengan proses pencoblosan tanggal 17 April. “Sehingga tidak ada alasan sama sekali untuk mengkaitkannya dengan kecurangan pemilu," kata dia.
Sedangkan peneliti dari Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, Riris Andono Ahmad, menjelaskan seluruh petugas pemilu yang meninggal di Yogyakarta semua berjenis kelamin laki-laki. Kata dia, 80 persen diantara mereka memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, dan tidak ditemukan indikasi kekerasan maupun kejadian tidak wajar.
Riris memaparkan bahwa petugas yang meninggal usianya rerata 50 tahun dan dengan 46 hingga 67 tahun. Semua kasusnya adalah laki-laki. “Kejadian tertinggi di Kabupaten Sleman. 80 persen mempunyai riwayat penyakit diabites melitus, hipertensi, jantung, dan 90 persen adalah perokok," ungkap Riris.
Menurut Riris salah satu tantangan dalam penyelenggaran pemilu serentak 2019 adalah sulitnya mendapatkan petugas pemilu yang memiliki kondisi kesehatan yang baik. "Kita untuk mendapatkan petugas saja sudah sulit, apalagi mendapatkan petugas yang benar-benar sehat. Selama ini kita hanya mengacu pada surat keterangan sehat yang artinya itu klaim dari mereka sendiri.”
Ia pun menyarankan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh bagi setiap calon petugas untuk penyelenggaran pemilu selanjutnya
Para peneliti UGM telah melakukan survei untuk mengkaji penyebab kesakitan dan kematian para petugas pemilu. Dalam survei yang menggunakan metode random sampling tersebut, UGM memilih 400 TPS dari 11.781 TPS di DIY untuk digunakan sebagai sampel.
Survei dilakukan dengan metodologi verbal otopsi atau metode menggali kronologi peristiwa dan wawancara tanda gejala mereka yang meninggal. Kemudian hal itu dikonstruksikan penyebab kematiannya oleh dokter spesialis kedokteran forensik.
Berdasarkan temuan survei, penyebab atau meningkatnya risiko terjadinya kematian atau kesakitan petugas diduga karena riwayat penyakit kariovaskular yang sudah dimiliki, beban kerja petugas yang sangat tinggi sebelum, selama, dan sesudah hari pemilihan, adanya kendala terkait bimbingan teknis (bimtek), logistik, dan kesehatan. Menurut data dar KPU RI tanggal 4 Mei 2019 menyebutkan jumlah petugas Pemilu 2019 yang meninggal sebanyak 440 orang, sedangkan petugas yang sakit 3.788 orang.
ANTARA