TEMPO.CO, Jakarta - Laju indeks di pasar modal dan nilai tukar rupiah yang menguat sejak pekan lalu dinilai merupakan respons pasar atas perkembangan peta koalisi dalam pemilihan presiden pada Juli mendatang. Analis dari PT Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir, menyatakan situasi ini menumbuhkan harapan kepastian ekonomi. Terlebih, “Bila pemilu dilaksanakan dalam satu putaran, karena risiko investasi lebih singkat,” kata Zulfirman, kemarin.
Namun, peta politik yang berubah-ubah membuat pasar masih menghadapi risiko pemilu digelar dua kali. Bila kemungkinan kedua yang terjadi, kata Zulfirman, presiden terpilih akan kesulitan dalam menyusun kebijakan baru di akhir tahun. Padahal, saat itu likuiditas global bakal semakin terbatas karena bank sentral Amerika (The Fed) akan mengurangi dana stimulusnya dan menaikkan suku bunga acuan atau Fed Rate.
Perhitungan yang sama diutarakan peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Teguh Dartanto. Menurut dia, pemilu satu putaran lebih baik bagi ekonomi Indonesia karena menciptakan ketidakpastian yang lebih kecil.
Teguh menyatakan bila pemilu terlaksana dua putaran maka akan memicu investasi seret sehingga berefek pada pelemahan rupiah. Selain itu, hasil penelitian lembaga ini terhadap pemilu tidak menunjukkan sumbangan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Data LPEM UI menyebutkan pemilu hanya berkontribusi 0,3-0,7 persen. “Disumbang oleh aktivitas perputaran uang yang semakin besar,” katanya.
LPEM UI juga sempat menghitung dana beredar dalam pemilu legislatif maupun presiden sekitar Rp 115 triliun. Adapun sektor-sektor industri yang tumbuh adalah industri kertas dan percetakan, industri tekstil, pakaian jadi, hotel dan restoran, serta transportasi dan telekomunikasi. “Untuk pemilu presiden satu putaran atau dua putaran dampaknya tak terlalu berbeda,” katanya dalam pesan pendek.
Adapun Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih ragu bahwa pemilu signifikan meningkatkan perputaran uang. Hal itu diperlihatkan dari data inflasi yang tidak menunjukkan kenaikan signifikan. Analisisnya, para calon yang berlaga dalam pemilu lebih berhemat.
Namun, pandangan berbeda diutarakan Satrio Utama. Analis dari Universal Broker Indonesia ini menganggap pasar lebih menginginkan pemilihan presiden dilakukan dalam dua putaran. Asumsinya, semakin panjang proses politik, pengeluaran dananya pun semakin banyak.
Anggapan ini pula yang dinyatakan Kepala Riset KSK Financial Group, David Cornelis. Investor atau emiten akan diuntungkan dengan poros baru dalam pemilihan presiden. Bila ada poros baru, kata David, pemilu dua putaran memberikan peluang belanja politik yang besar dan itu berujung pada naiknya perekonomian secara riil. Namun, kedua analis ini sepakat pemilu dua putaran akan memperpanjang ketidakpastian ekonomi.
MUCHAMAD NAFI |ANANDA PUTRI | FAIZ NASHRILLAH