TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah diprediksi menguat setelah Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) memutuskan menaikkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate). The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) dari sebelumnya 0,75 persen menjadi 1 persen.
"Ruang penguatan rupiah terbuka, BI 7 Days Repo Rate, diharapkan tetap," ujar Analis Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 16 Maret 2017.
Rangga mengatakan rupiah mulai menguat kembali pada perdagangan hari ini dan ruang penguatan ke depan tampak semakin terbuka. Seperti diketahui, rupiah ditutup pada level Rp 13.375 per dolar Amerika pada perdagangan Rabu kemarin.
Selain itu, koreksi yield US Treasury, kata Rangga, akan semakin mendongkrak permintaan Surat Utang Negara (SUN). Terlebih, surplus neraca perdagangan pada Februari 2017 yang cukup tinggi, yaitu sebesar US$ 1,32 miliar, juga akan menjaga pasokan dolar.
Rangga menegaskan, fokus pasar hari ini akan tertuju pada hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate di level 4,75 persen. "Rupiah berpeluang menguat pada hari ini."
Sementara itu, setelah kenaikan Fed Fund Rate, indeks dolar justru dilaporkan anjlok. "The Fed yang tidak lebih hawkish membuat dollar index terkoreksi tajam bersamaan dengan penguatan US Treasury," kata Rangga.
Inflasi Amerika yang naik ke 2,7 persen (year-on-year), kata Rangga, tidak terlalu mendapatkan banyak perhatian. Rangga menuturkan, tingkat pengangguran Inggris yang turun juga membantu penguatan pound sterling terhadap dolar.
The Fed memutuskan mengambil keputusan menaikkan suku bunga, di antaranya karena didorong oleh pertumbuhan ekonomi Amerika yang stabil, data lapangan pekerjaan yang membaik, serta keyakinan angka inflasi akan mencapai target yang disasar oleh The Fed, yaitu sebesar 2 persen.
GHOIDA RAHMAH