Bagaimana pendekatan Anda kepada Prabowo hingga mendapat kesempatan wawancara pada 2001?
Saya menghubungi Prabowo melalui ajudannya. Prabowo setuju. Kenapa dia mau? Saya tidak tahu. Mungkin dia pikir kami bisa berbicara tentang hal-hal menarik. Waktu itu saya mendekati dia untuk wawancara tentang suatu pembunuhan di luar Timor Leste yang sedang saya selidiki.
Pembunuhan apa?
Tidak bisa saya sampaikan.
Apa saja yang Anda tanyakan kepadanya?
Well, saya telah menyiapkan lebih dari 130 pertanyaan, sebagian besar berkaitan dengan pembunuhan tadi. Kami berbicara dalam bahasa Inggris. Dia mengaku tahu tentang pembunuhan itu, tapi tidak memiliki informasi lebih dalam.
Informasi apa yang Anda maksud?
Saya tidak bisa mengatakannya sekarang kepada Anda karena saya masih mengerjakan tulisan tentang itu. Yang pasti Prabowo memberi background yang berguna untuk saya. Kami akhirnya berbicara tentang politik dan topik lain, termasuk kerja sama Prabowo dengan Amerika.
Bagaimana pandangan Prabowo terhadap Amerika?
Saya berbicara banyak hal detail tentang itu. Dia mengaku kecewa. Saya setuju dengan dia yang mengatakan Amerika munafik. Lewat duta besarnya, mereka mengatakan Prabowo adalah pelaku tindak kriminal. Padahal, Amerika juga membunuh dengan mendukung militer Indonesia dengan senjata dan uang.
Bagaimana Prabowo menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda?
Ada kalanya dia bicara tenang, ada kalanya emosional. Salah satunya soal Amerika dan semua pekerjaan yang ia lakukan untuk Amerika. Hal lain adalah topik demokrasi, fasisme, dan Gus Dur. Ia sangat emosional tentang itu. Terkadang dia bangun dan berjalan di sekitar ruangan dengan cepat. Kadang ia menaikkan suaranya dan berbicara keras.
Dia menjelaskan tentang penculikan aktivis?
Dia tidak berbicara tentang kejahatannya sendiri, termasuk soal penculikan aktivis dan pembantaian.