TEMPO.CO, Jakarta - Wartawan senior, Ging Ginanjar, mengaku sulit mempercayai pengakuan penggagas tabloid Obor Rakyat, Setiyardi Budiono, tentang modal penerbitan dan distribusi tabloid yang diklaim sebagai produk jurnalistik itu. Setiyardi mengklaim tabloidnya dibiayai oleh dia sendiri dan sumbangan dari kawan-kawannya. Dia juga membantah mendapat dana dari tim kampanye salah satu calon presiden.
“Sudah pasti Setiyardi akan melindungi jaringannya,” kata Ging melalui surat elektronik kepada Tempo, Ahad, 15 Juni 2014.
Setiyardi mengaku duit yang digunakan untuk membiayai Obor Rakyat adalah murni dari hasil bisnisnya setelah meninggalkan dunia kewartawanan. Bahkan dia mengklaim sudah banyak menerbitkan produk jurnalistik sebelumnya.
Menurut Ging, mencetak tabloid sebanyak 100 ribu eksemplar untuk tiap edisi dengan modal kantong sendiri dan pemasukan iklan bukanlah perkara mudah. Perlu modal yang besar untuk menutup seluruh biaya produksi, distribusi, dan upah karyawan. Terlebih jika tabloid tersebut diedarkan secara cuma-cuma
“Begitu banyak media yang semaput lho, sejak beberapa tahun ini. Jadi susah dipercaya,” katanya.
Jikapun benar Obor Rakyat merogoh kantong Setiyardi dan sejumlah temannya, tetap saja tabloid tersebut tak bisa disebut sebagai produk jurnalistik independen. Sebagai contoh, sejumlah konglomerat Tanah Air yang membangun bisnis media massa tak bisa sembarangan mengklaim medianya independen. Sebab, tolok ukur independensi bukan hanya soal modal, tapi juga isi pemberitaan.
Selain mempertanyakan modal, Ging juga mempersoalkan alamat palsu kantor redaksi Obor Rakyat. Menurut dia, jika Obor Rakyat benar-benar media yang kritis, mereka harus berani mencantumkan alamat kantor redaksi. Ging mencontohkan kegiatannya membuat media independen pada masa Orde Baru. Saat itu Ging dan sejumlah rekannya nekat membuat selebaran berita alternatif bernama Independen yang diedarkan dari kampus ke kampus. Pada masa susah tersebut, Ging dan para koleganya berani menuliskan alamat asli kantor redaksi mereka.
“Untuk apa sampai disembunyikan alamat dan namanya kalau niat Obor Rakyat memang mulia memberitakan sebuah fakta?” katanya.
Tabloid Obor Rakyat menghebohkan masyarakat setelah beredar di masjid dan pesantren-pensantren di Pulau Jawa. Dua edisi tabloid itu memuat berita-berita negatif tentang Jokowi. Akibatnya, tim pemenangan calon presiden nomor urut dua itu melaporkannya ke Badan Pengawas Pemilu dan Markas Besar Kepolisian. Mereka menganggap Obor Rakyat menyebar kampanye hitam.
INDRA WIJAYA
Berita Terpopuler:
Proyek Jalan Tol Medan-Binjai Sepi Peminat
Google Fit, Layanan Kesehatan dari Google
Ini Pentingnya Keluarga Menurut Wapres Boediono
Soal Netralitas, KASAD Akan Sidak ke Korem