TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Penanganan Kasus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Muhammad Isnur, menilai Manifesto Perjuangan yang dikeluarkan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Menurut dia, manifesto itu bertentangan dengan hak asasi manusia. (Baca: Prabowo Diusik Soal HAM dan Manifesto).
Dua bagian yang disorot adalah manifesto bidang agama dan bidang hak asasi manusia (HAM). Manifesto Gerindra bidang agama memuat ihwal pemurnian agama. Adapun pada bidang hak asasi manusia disebutkan pengadilan HAM sebagai hal yang berlebihan. Berikut isi Manifesto Perjuangan Partai Gerindra pada bagian yang dianggap bermasalah.
Bidang Agama (halaman 40)
Strategi kebijakan yang belum pernah mampu dirumuskan Indonesia dalam masalah agama adalah bagaimana menempatkan kehidupan beragama di Indonesia dalam format kemasyarakatan dan kenegaraan Pancasila. Sehingga keluhuran agama dapat dipelihara, dan kemajuan bangsa dapat sejalan berkembang.
Setiap orang berhak atas kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama/kepercayaan. Namun, pemerintah/negara wajib mengatur kebebasan di dalam menjalankan agama atau kepercayaan. Negara juga dituntut untuk menjamin kemurnian ajaran agama yang diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama.
Kerukunan antarumat beragama merupakan modal dasar tetap eksisnya bangsa Indonesia. Pembinaan kerukunan dengan dasar saling menghormati ajaran agama masing-masing menjadi prasyarat terbinanya kerukunan antarumat beragama yang kondusif. Menyadari pentingnya agama dan kerukunan antar umat beragama, Partai GERINDRA bersikap senantiasa menjamin kebebasan beragama, menjaga kemurnian ajaran agama, dan membina kerukunan antarumat beragama.
Bidang Hak Asasi Manusia (halaman 34)
Negara menegakkan kemanusiaan yang beradab. Warganegara terhadap hukum, tidak diperlakukan sebagai subyek yang secara potensial pelaku perbuatan pelanggaran hukum. Negara menghargai kesetiaan rakyat terhadap negara dan amal bakti warga terhadap terhadap masyarakat dan negara. Warga negara harus menghormati perjanjian luhurnya kepada negara sebagai organisasi. Siapa saja yang berikrar menjadi bagian dari organisasi negara dengan sendirinya harus menghormati hak negara. Negara menghormati hak-hak pribadi warga negara sesuai dengan hukum. Hukum dan kemanusiaan tidak boleh dipandang sebagai dua substansi yang terpisah. Maka, adanya Pengadilan HAM merupakan sesuatu yang overbodig (berlebihan).
Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia harus ditempatkan dalam perspektif hukum. Hukum disusun antara lain untuk mengatur bagaimana warga negara menjalankan hak-haknya sebagai pribadi. Hak-hak warga negara secara pribadi tak dapat dijalankan di luar hukum. Negara sebagai organisasi berjalan sesuai hukum. Warga negara yang merasa hak-haknya dilanggar oleh negara dapat menggugat negara dan pejabatnya secara hukum.
Hak-hak asasi manusia adalah materi sistem hukum. Jika hak-hak asasi manusia belum secara lengkap tercermin dalam hukum positif, maka sistem hukumnya yang harus disempurnakan. Hal ini diperlukan untuk menghindari kerancuan sistem. Karena itu, diperlukan klarifikasi kedudukan hak-hak asasi manusia di satu pihak, dan sistem hukum pada pihak lain.
Hak-hak asasi manusia yang bersifat universal seharusnya mempertimbangkan partikularisme budaya dan kepentingan nasional. Partai GERINDRA menolak dijadikannya isu hak-hak asasi manusia sebagai instrumen politik pihak asing untuk mendikte dan campur tangan dalam urusan domestik negar Indonesia. Standar ganda dalam penerapan hak-hak asasi manusia adalah indikator isu hak-hak asasi manusia hanya dijadikan alat politik kekuasaan.
Secara umum, ruang lingkup negara dalam pemenuhan hak asasi manusia terangkai dalam tiga titik penting, yaitu tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak sipil dan politik, pemenuhan hak ekonomi sosial budaya, dan pemenuhan hak perdamaian dan pembangunan.
Pemenuhan hak sipil dan politik terkait dengan tanggung jawab negara dalam pemberian ruang yang adil bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam aktivitas politik, tidak ada diskriminasi ras dan gender, bahkan secara sistemik perlu affirmative action untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam ruang politik.
Pemenuhan hak ekonomi sosial dan budaya terkait dengan tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak atas pangan, hak atas pekerjaan, hak atas penghasilan yang layak, hak kesehatan, hak membentuk serikat pekerja, dan hak atas jaminan sosial.
Pemenuhan hak perdamaian dan pembangunan, adalah tanggung jawab negara untuk memberikan jaminan adanya pembangunan berkelanjutan di setiap daerah di Indonesia, yang disertai dengan penciptaan suasana aman, damai, dan kondusif di setiap wilayah.
Atas ketiga hal ini, Partai GERINDRA berkomitmen untuk berjuang dalam pemenuhan hak-hak asasi manusia sebagaimana yang dimandatkan dalam UUD 1945 demi mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
RISET TEMPO
Baca juga:
Orasi di Depan Buruh, Prabowo Merasa Jadi Prajurit
PKS dan PAN Ngambang, Pencapresan Prabowo Terancam
Sebagai Aktivis HAM, Gus Solah Tak Dukung Prabowo
Terpopuler
Buruh Perusahaan Prabowo Tagih Tunggakan 4 Bulan Gaji
Dosa Hary Tanoesoedibjo pada Hanura
5 Kebiasaan yang Menyebabkan Perut Buncit