TEMPO.CO, Jakarta - Pasca Pemilihan Umum atau Pemilu 2024, publik dihebohkan dengan anomali dalam penghitungan suara yang direkapitulasi oleh sistem Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Hasil real count menurut KPU tersebut mengalami perbedaan penjumlahan suara melalui formulir C1 dengan data tabulasi pada sistem sirekap-web.kpu.go.id dan pemilu2024.kupu.go.id.
Dalam pemilu kali ini, KPU menggunakan pemindaian hasil suara menggunakan sistem rekapitulasi menggunakan sistem OCR (Optical Character Recognition) dan OMR (Optical Mark Reader) untuk menentukan sistem yang optimal dalam penerapan rekapitulasi elektronik atau e-Rekap pada pemilihan umum.
Sistem OCR atau optical character recognition merupakan sistem yang berfungsi untuk memindai dari gambar atau foto dari kertas rekapitulasi suara menjadi teks yang nantinya dikonversi dalam bentuk hitungan suara berbasis elektronik.
Di sisi lain, dikutip dari Antaranews, sistem OMR atau optical mark reader merupakan sistem yang membaca tanda bulatan pensil pada kertas rekapitulasi suara dan kemudian dipindai ke dalam bentuk data elektronik. Dengan demikian, KPU dapat langsung mengunggah data terbaru hasil pemungutan suara di berbagai daerah dengan lebih cepat.
Namun, nyatanya persiapan KPU belum cukup matang dalam memastikan kesesuaian data antara rekapitulasi lapangan dengan rekapitulasi elektronik yang mereka selenggarakan. Berikut adalah ulang dari artikel tersebut:
Ketua Cyberity Arif Kurniawan dan pakar telematika Roy Suryo telah melakukan riset dan investigasi terhadap kedua situs yang dimiliki oleh KPU. Dari penelusuran mereka, beberapa masalah terkait sistem IT KPU terungkap.
Arif Kurniawan mengungkapkan bahwa server KPU ternyata berada di luar Indonesia, menggunakan layanan cloud dari Alibaba Cloud yang lokasi servernya berada di RRC, Perancis, dan Singapura. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan keamanan data, mengingat data penting seperti data pemilu seharusnya berada di Indonesia sesuai dengan peraturan yang ada.
Roy Suryo juga menyoroti masalah ini, menekankan bahwa penggunaan layanan cloud Alibaba yang umumnya digunakan untuk e-commerce dapat meningkatkan risiko kebocoran data atau gangguan server yang dapat mengganggu data pemilu.
Arif Kurniawan juga menambahkan, bahwa kejanggalan dalam sistem IT KPU sudah terjadi sejak lama, seperti kasus bocornya data pemilih dari situs KPU pada tahun 2023 yang belum mendapat penyelesaian yang memuaskan. Ia menyatakan bahwa KPU belum menunjukkan niat untuk memperbaiki sistem IT mereka.
Di sisi lain, KPU telah mengklarifikasi temuan kejanggalan tersebut, mengakui adanya kesalahan dalam pembacaan Optical Character Recognition (OCR) dokumen C1 yang diunggah melalui Sirekap di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS). Namun, belum ada hasil audit keamanan sistem yang diperlihatkan oleh KPU.
Roy Suryo menambahkan bahwa sistem yang digunakan oleh Sirekap sudah kuno dan rentan terhadap kesalahan teknis, yang akhirnya berdampak pada hasil penghitungan suara yang dipublikasikan melalui situs web KPU.
"Ironisnya KPU tak bisa memanfaatkan secara maksimal, bahkan bisa dibilang asal-asalan dan menimbulkan banyak kesalahan teknis," kata Roy.
Ketua KPU, Betty Epsilon Idroos, membantah klaim bahwa server Sirekap terhubung dengan Alibaba di Singapura, tetapi menyatakan bahwa server tersebut berada di Indonesia. Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai IP address yang terhubung dengan Alibaba.
Dalam menghadapi permasalahan ini, para ahli meminta agar KPU melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem mereka, memperlihatkan hasil audit keamanan sistem dan perlindungan data warga kepada publik. Serta melakukan uji publik yang melibatkan semua daerah untuk memastikan keandalan sistem mereka di Pemilu 2024.
MICHELLE GABRIELA | IHSAN RELIUBUN | BOYKE LEDY WATRA
Pilihan editor: Real Count KPU Dapil Jabar2 33 Persen, Cucun PKB Tinggalkan Perolehan Dede Yusuf hingga Aher