TEMPO.CO, Yogyakarta - Yogyakarta dikenal memiliki banyak simbol dan lembaga adat kebudayaan. Seperti Keraton Yogyakarta juga Puro Pakualaman yang masing masing lembaga dengan pemangku adat lengkap mulai abdi dalem hingga raja.
Dengan kultur masyarakat yang masih sebagian besar memegang teguh dan menghormati lembaga adat di Yogyakarta itu, perlu diwaspadai adanya potensi pencatutan nama lembaga adat tersebut untuk kepentingan politik tertentu. Entah lewat kampanye hitam atau penyebaran berita bohong alias hoax.
"Kita perlu hati hati, otoritas lembaga adat seperti Keraton pada tahun politik seperti ini bisa dicatut untuk kepentingan tertentu," kata Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Mohammad Najib dalam forum Peran Perempuan dalam Mengawal Demokrasi dengan Menolak Hoaks dan Politisasi SARA Pemilu 2024 di Yogyakarta Selasa 24 Oktober 2023.
Najib menuturkan kepentingan tertentu itu bisa untuk mengarahkan warga pada referensi politik tertentu. Baik ke salah satu calon presiden atau partai politik hingga calon legislatif atau kepala daerah.
Bentuknya bisa penggunaan simbol simbol atau pernyataan yang dibingkai untuk mencari legilitimasi atau dukungan atas informasi yang disebarkan.
Bawaslu DIY pun mengimbau masyarakat yang kini memiliki akses luas pada sebaran informasi lebih waspada dan mencari kebenaran sumber informasi yang diperoleh. Terutama yang disebarkan di media sosial.
"Lembaga adat yang ada seperti Keraton atau Puro Pakualaman pada tahun politik ini musti lebih siap meng- counter, memberi klarifikasi atau informasi tandingan ketika beredar informasi salah yang mencatut lembaganya, agar masyarakat tahu kondisi sebenarnya," kata Najib.
Sebab, jika informasi yang beredar salah itu dibiarkan, ujar Najib, maka di masyarakat bisa jadi menganggapnya sebagai kebenaran.
PRIBADI WICAKSONO
Pilihan Editor: Denny Indrayana Siap Ajukan Gugatan ke Bawaslu Kalau Gibran Lolos Jadi Cawapres