TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP menyatakan tengah melakukan pemeriksaan bukti-bukti usai sidang perdana dugaan pelanggaran koder etik terhadap para pimpinan Komisi Pemilihan Umum atau KPU pada Jumat, 22 September 2023. Dalam sidang itu, para pengadu menuntut DKPP memberhentikan seluruh komisioner KPU lantaran dinilai abai menjalankan Putusan Mahkamah Agung atau MA soal kuota minimal 30 persen caleg perempuan.
"Ya kami periksa semuanya bukti-bukti yang ada di persidangan," ujar Ketua DKPP, Heddy Lugito, kepada Tempo, Sabtu, 23 September.
Heddy mengaku pihaknya belum menentukan apa keputusan yang akan mereka ambil. Hal itu, kata dia, disebabkan sampai saat ini pemeriksaan masih berlangsung. "Belum tahu, karena pemeriksaan masih berlangsung," kata Heddy.
Ketika ditanya soal risiko perombakan daftar caleg sementara atau DCS akibat kemungkinan revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023, Teddy menyatakan hal itu merupakan materi persidangan sehingga tidak etis untuk disampaikan.
"Kalau soal materi persidangan itu 'kan enggak etis kalau kita ngomong, akrena masih proses di persidangan," kata Heddy.
Lebih lanjut, Heddy pun belum bisa mengungkapkan kapan KPU diharapkan bisa merevisi PKPU itu. Menurut dia, setelah persidangan, dia justru tidak bisa berbicara banyak soal itu.
"Ya enggak tahu, KPU juga banyak kerjaan ya. Dulu sebelum persidangan saya masih bisa bebas berkomentar. Setelah persidangan, malah enggak bisa ngomong apa-apa," kata Heddy.
Heddy meminta supaya publik menanti proses persidangan yang sedang berlangsung.
"Kalau sudah persidangan, ya sudah, biar diproses di persidangan. Kami periksa bukti bukti yang ada, kami periksa fakta-fakta persidangan. Keputusannya seperti apa 'kan belum kita plenokan. Masih dalam pemeriksaan," ujar Heddy.
Polemik perhitungan caleg perempuan
Sebelumnya, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mengadukan KPU ke DKPP karena dianggap tidak menjalankan putusan Mahkamah Agung untuk merevisi Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 soal tata cara perhitungan caleg perempuan.
Polemik ini bermula ketika dalam aturan itu KPU menyatakan kuota caleg perempuan akan dibulatkan ke bawah jika dalam perhitungannya terdapat bilangan di bawah 0,5. Hal itu dianggap tak sesuai dengan ketentuan Pasal 245 UU Pemilu yang menyebutkan kuota caleg perempuan minimal 30 persen.
Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan sebelumnya sempat mengadukan masalah ini ke DKPP. Awalnya, KPU menyatakan akan merevisi aturan itu. Akan tetapi revisi itu dibatalkan karena mendapatkan penolakan dari Komisi II DPR RI.
Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan kemudian melakukan uji materi Pasal 8 ayat 2 PKPU No. 10 Tahun 2023 itu ke Mahkamah Agung. Dalam putusannya, MA kemudian menyatakan peraturan itu melanggar Pasal 245 UU Pemilu dan memerintahkan KPU untuk merevisinya. Akan tetapi hingga saat ini KPU masih belum juga merevisi aturan itu.