TEMPO.CO, Jakarta-Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa, Abdul Kadir Karding, menanggapi pernyataan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pramono Anung soal penambahan kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Menurut Karding, penambahan kursi tidak tepat bila bertujuan mengakomodasi keinginan partai koalisi.
“Kalau tujuannya untuk mengakomodasi seluruh koalisi, saya kira tidak tepat ya kalau alasannya itu dipakai untuk menambah kursi anggota MPR. Yang harus kita ketahui bahwa tahun lalu sebenarnya sudah ada perubahan tambahan satu untuk pimpinan MPR,” ujar Karding saat dihubungi wartawan, Selasa, 23 Juli 2019.
Sebelumnya Pramono mengatakan, kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR bisa saja ditambah guna mengakomodir partai pendukung pemerintah. Hal ini mengikuti penambahan kursi pimpinan MPR seperti tahun lalu. "Nanti, kan, bisa. Seperti sekarang wakil ketua MPR-nya komposisinya bisa ditambah," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Karding tak sepakat dengan gagasan tersebut. Menurutnya, di parlemen banyak yang bisa digunakan sebagai alat sharing politik. Baik di MPR maupun di DPR. Tentu, kata dia, perlu ada kesepakatan dari Koalisi Indonesia Kerja. Apakah koalisi sepakat ingin ada satu paket saja. Atau akan memasukkan partai lain di luar koalisi.
“Tetapi kalau ada masuk partai lain maka harus dibicarakan bersama. Tentu harus sesuai dengan kesepakatan mereka. Apa pun,” ujar Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin ini.
Pasal 427 C Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) saat ini memaksa ada satu partai pendukung Presiden Joko Widodoi yang tidak bisa mendapatkan kursi. Jumlah pimpinan MPR sebanyak lima orang itu, satu kursi harus diisi perwakilan DPD.
Seperti diketahui, jumlah partai politik pendukung Jokowi yang lolos ke Senayan ada lima, yakni PDIP, Golkar, PKB, NasDem, dan PPP. Bahkan belakangan, kursi pimpinan MPR ini diramaikan bukan hanya oleh partai politik di dalam koalisi pendukung Jokowi, tetapi juga dari koalisi Prabowo-Sandi.
FIKRI ARIGI | AHMAD FAIZ IBNU SANI