TEMPO.CO, Jakarta-Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membantah tudingan saksi fakta dari Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Agus Muhammad Maksum, yang menyebut 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) tak wajar.
"Menurut data kami, yang kami serahkan ke KPU, hasil koordinasi dengan KPU untuk mengsinkronkan, mencocokan DPT itu lewat NIK yang ada di kami clean and clear. Dari 187 juta itu aman," kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 19 Juni 2019.
Baca: Poin-poin Jawaban KPU Atas Gugatan Kubu Prabowo di Sidang MK
Sebelumnya dalam kesaksiannya di sidang MK, Agus menyebutkan ada 17,5 juta DPT ganda yang kemungkinan bermula dari tidak validnya Kartu Keluarga. Menurut dia belasan juta DPT ganda itu ditemukan di Kabupaten Majalengka, Kabupaten Magelang, Kabupaten Banyuwangi dan Kota Bogor.
Agus berujar DPT sebanyak 17,5 juta ini tidak wajar karena orang dengan tanggal lahir 1 Juli, 31 Desember, dan 1 Januari menggelembung. Ia merinci orang dengan tanggal lahir 1 Juli sebanyak 9,8 juta, 31 Desember 5,3 juta, dan 1 Januari 2,3 juta orang.
Agus yang bertugas sebagai kepala informasi teknologi Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, mengaku telah mengecek temuan itu ke lapangan. Ia mengaku telah mengkonfirmasi ke Dinas Pencatatan Kependudukan Sipil (Dukcapil). Hasilnya, kata dia, data-data tersebut tidak ada.
Karena itu Agus menyimpulkan data-data tersebut tidak wajar. Selain itu, Agus mengatakan, data tersebut tidak memenuhi syarat. Sehingga menurut dia, DPT tersebut harus dicoret. Namun dari sepengetahuannya, KPU tidak pernah mencoret daftar orang-orang tersebut.
Menanggapi keterangan Agus, Tjahjo menuturkan tanggal lahir sama itu merupakan kesepakatan. Seketaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Gede Suratha telah menjelaskan bahwa sebelum 2004 Kemendagri pernah mendata penduduk menggunakan Sistem Informasi Manajemen Kependudukan (Simduk). Dalam pendataan tersebut berlaku aturan bagi warga negara yang lupa tanggal lahirnya, maka akan dicatat lahir pada 31 Desember.
"Memang pernah terjadi, kami berhadapan dengan masyarakat yang tidak mengerti kapan tanggal lahir misalnya cuma menyebutkan bahwa saat Gunung Merapi meletus. Jadi cuma penanda," kata Gede. "Sama dengan waktu pohon ini saya tanam, tapi itu realita di masyarakat."
Kemudian Dukcapil, kata Gede, mengembangkan penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) pada tahun 2004. Kalau ketemu warga negara seperti itu tidak diisi lagi 31 Desember. "Kami isi di tengah-tengah, yakni tata cara pengisian formatnya diisikan tanggal 1 Juli," kata dia.
Simak Juga: Haris Azhar Tak Bersedia Jadi Saksi Prabowo di Sidang MK
Ia menjelaskan pengisian format 1 Juli itu telah diatur ke dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan Dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencacatan Sipil.
Berdasarkan fenomena yang ditemukan di lapangan, kata dia, sehingga banyak data kependudukan dengan tanggal lahir 31 Desember dan 1 Juli. Hal ini memang fakta riil yang ada di masyarakat. "Masalah jumlah dan lain sebagai itu KPU lah yang menjelaskan yang memiliki DPT," ucap Gede.