TEMPO.CO, Palembang - Kepolisian Resor Kota Palembang resmi menetapkan status tersangka tindak pidana pemilu terhadap seorang ketua dan empat komisioner KPU Kota Palembang.
Baca juga: Ketua KPU: Jawa Timur Salah Satu Fokus Sengketa Pilpres di MK
Kasat Reskrim Polresta Palembang Kompol Yon Edi Winara mengatakan, kelimanya adalah EF sebagai Ketua KPU Palembang, Al, YT, AB dan SA sebagai komisioner.
"Iya sudah ditetapkan tersangka sejak Selasa, nanti diperiksa lebih lanjut," ujar Kompol Yon kepada Antara, Sabtu, 15 Juni 2019.
Sebelumnya penyidik Polresta Palembang menerima laporan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Palembang dengan tanda bukti lapor No.Pol : LPB/1105/V/2019/SUMSEL/RESTA, pada 22 Mei 2019.
Status tersangka ditetapkan setelah polisi memeriksa 20 orang dari pelapor dan saksi ahli. Hasilnya, para komisioner KPU Palembang itu diduga telah melakukan pelanggaran tindak pidana pemilu sebagaimana dimaksud dalam primer Pasal 510 subsider Pasal 554 UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dugaan lainnya tindak pidana dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya pada Pemilu Susulan Pilpres di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di Kecamatan Ilir Timur II Palembang.
"Semuanya belum ditahan, nanti akan diperiksa lagi sebagai tersangka," kata Yon.
Komisioner KPU Sumsel Divisi Hukum dan Pengawasan Hepriyadi, mengatakan bahwa dugaan pihak kepolisian yang menyebut KPU Palembang tidak melaksanakan pemungutan suara lanjutan (PSL) sehingga menyebabkan warga kehilangan hak suara adalah tidak tepat.
"Bawaslu mengusulkan PSL di 60 TPS, lalu diputuskan KPU Palembang 15 TPS, 45 sisanya tidak dilaksanakan karena memenuhi syarat. Maka putusan itu sudah sesuai prosedur penyelenggaraan pemilu, jadi tidak ada niat menghilangkan hak suara," ujar Hepriyadi, usai diperiksa sebagai saksi meringankan dalam kasus itu, selama sembilan jam, Sabtu lalu.
Menurutnya, PSL dilaksanakan jika TPS bersangkutan mengusulkan diri. Adapun jika usulan tersebut rekomendasi Bawaslu, maka KPU Palembang menjadikannya pertimbangan mengenai kelengkapan syarat. "Tidak ada kewajiban untuk diikuti," kata Hepriyadi.
Menurut Hepriyadi, pemungutan suara lanjutan tidak dilaksanakan di TPS yang direkomendasi Bawaslu karena masyarakat di TPS tersebut enggan memilih lagi atau memang sudah selesai mencoblos meskipun hanya separuh dari DPT.
Baca juga: Poin-poin di Berkas Perbaikan Sengketa Pilpres ...
Dengan demikian, kata Hepriyadi, pelaksanaan PSL sebetulnya bukan kehendak KPU sendiri. Sehingga unsur peradilan tidak cukup. Ia mengatakan akan membela Ketua serta Komisioner KPU Palembang dengan mengawal kasus tersebut.
"Ini namanya proses hukum dan kami hargai, tentu Polresta Palembang punya keyakinan melalui dua alat bukti, namun kami akan membela serta mendukung KPU Palembang," ujarnya.