TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK, Rully Novian, mengatakan bahwa pergerakan LPSK terhadap perlindungan saksi dan ahli dibatasi oleh undang-undang. Hal ini merupakan poin penting yang dibahas dengan tim kuasa hukum pasangan calon Presiden/wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uni, di Jakarta, Sabtu, 15/4. Kubu 02 ketika datang ke kantor LPSK untuk berkonsultasi terkait saksi dan ahli yang akan diajukan pihak 02 dalam sidang sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (sidang MK).
Baca juga: Alasan Kubu Prabowo Minta LPSK Lindungi Saksi Sengketa Pilpres
Rully mengatakan, tim kuasa hukum kubu 02 yang diwakili oleh Bambang Widjajanto, Denny Indrayana dan Iwan Satriawan bersama 5 komisioner LPSK membicarakan langkah yang lebih jauh terkait kemungkinan kebijakan MK. "Kira-kira advis LPSK seperti apa terhadap posisi yang ada saat ini? Itu yang kami diskusikan," kata Rully. Dan, hasilnya adalah perlu koordinasi dengan MK
Bambang Widjojanto selaku ketua tim kuasa hukum mengatakan tim hukum akan segera membuat surat kepada MK. Bambang berharap surat ini dapat memastikan proses pemeriksaan saksi dan ahli di MK dibebaskan dari rasa ketakutan.
Bambang mengkliam banyak saksi yang ingin mengajukan kesaksian, tetapi ingin dijamin keselamatannya baik sebelum, saat, dan sesudah bersaksi. "Kami tidak bisa memastikan itu, jadi harus bertanya kepada lembaga yang punya otoritas dan berkonsultasi," kata Bambang.
Bambang mengatakan ada lima hal yang mereka diskusikan dengan LPSK. Pertama, tim kuasa hukum kubu 02 datang ke LPSK untuk berkonsultasi dan meminta advis. "Dalam advis itu tentu ada keterbatasn yang dimiliki LPSK," kata Bambang .
Kedua, kemungkinan keterbatasan itu dapat diselesaikan. "Sehingga coba di-exercising beberapa kemungkinan."
Ketiga, LPSK memiliki banyak terobosan yang jarang terdengar dan dipublikasikan dengan baik dalam soal pemeriksaan terhadap saksi yang dilindungi. "Misal, pemeriksaan (saksi dan ahli) dengan teleconference, dengan menutup sebagian informasi yang ada pada saksi, bahkan pemeriksaan dengan menggunakan tirai," kata Bambang.
Keempat, membahas kemungkinan keterbatasan itu diselesaikan dengan beberapa kebijakan yang diambil MK. Bambang berharap MK bisa memberikan peran strategis jauh lebih besar. Misalnya MK memerintahkan LPSK melindungi saksi yang diajukan kendati ada batasan dalam UU. "MK bisa melakukan kebijakan itu jika ingin mewujudkan pemilu yang adil dan jujur."
Kelima, tim kuasa hukum memutuskan untuk membuat surat kepada MK. Bambang berharap surat ini dapat memastikan proses pemeriksaan saksi dan ahli di MK dibebaskan dari rasa ketakutan.
HALIDA BUNGA FISANDRA