TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah poin gugatan ditambahkan oleh tim hukum Prabowo Subianto - Sandiaga Uno ke dalam berkas pokok permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), dua hari yang lalu. Salah satu yang masuk poin adalah sikap capres 01 Joko Widodo atau Jokowi yang mengimbau pendukungnya agar memakai baju putih saat mencoblos sebagai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Baca juga: Sandiaga Ajak Pendukung Pakai Baju Putih ke TPS Besok
Pada poin 104 berkas permohonan, BPN menilai imbauan memakai baju putih termasuk pelanggaran terstruktur karena dilakukan langsung oleh Jokowi, yang merupakan calon presiden petahana pemegang struktur tertinggi dalam pemerintahan Indonesia.
Kemudian, imbauan mengenakan baju putih dinilai sebagai pelanggaran sistematis karena dengan matang direncanakan agar dilaksanakan di hari pencoblosan 17 April lalu. "Ajakan dari kontestan pemilu yang demikian bukan hanya berbahaya menimbulkan pembelahan di antara para pendukung, tetapi juga nyata-nyata telah melanggar asas rahasia dalam Pilpres 2019," seperti dikutip dari poin nomor 102 dalam pokok permohonan Prabowo-Sandi yang diserahkan ke MK.
Selain itu, tim hukum Prabowo-Sandi juga menilai iklan pembangunan infrastruktur pemerintah di bioskop sebagai bagian dari pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. BPN menilai iklan pembangunan infrastruktur sebagai bagian dari penyalahgunaan birokrasi untuk kampanye terselubung.
"Dengan pemikiran yang objektif dan jernih tentu kita bisa memahami bahwa hal ini merupakan kampanye terselubung yang dilakukan Presiden petahana Joko Widodo, lagi-lagi dengan menyalahgunakan struktur birokrasi dan anggaran kementerian, guna strategi pemenangan capres paslon 01 jokowi," begitu bunyi poin 150 pokok permohonan.
Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf menilai berkas permohonan PHPU yang diajukan kubu Paslon 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno ke MK, tak relevan.
Anggota Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf Lukman Edy menyebut, berdasarkan penelusuran timnya, materi yang dicantumkan di berkas PHPU tersebut seharusnya diajukan ke Bawaslu, bukan ke MK. Musababnya, ujar dia, materi tersebut berkaitan dengan persoalan proses dan bukan berkaitan dengan hasil. Sementara itu, kewenangan MK dibatasi untuk memutus perkara hasil pemilu.
"Materi gugatan itu soal proses dan bukan hasil. Jadi tidak relevan diajukan ke MK," ujar Lukman di Posko Cemara, Jakarta pada Senin, 10 Juni 2019.
Untuk itu, Wakil Ketua Tim Hukum Jokowi - Ma'ruf Amin, Arsul Sani meminta MK membuat putusan sela untuk memutuskan apakah materi permohonan sengketa PHPU Pilpres yang diajukan oleh Paslon 02 patut disidangkan dan diperiksa pokok perkaranya atau tidak.
Baca juga: Fadli Zon Sebut Kubu Prabowo Berencana Pakai Baju Putih ke TPS
"Untuk itu, menurut kami, patut dipertimbangkan untuk diputuskan terlebih dahulu. Tidak perlu sampai pemeriksaan pokok perkara dan tak perlu putusan sampai 28 Juni," ujar Arsul.