TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) akan segera menindaklanjuti ribuan temuan Bawaslu terkait pelanggaran hukum terkait netralitas Aparatur Sipil Negara atau ASN.
Baca juga: Kemenpan RB Akan Putuskan Nasib ASN yang Tak Netral dalam Pemilu
"Kalau semua data laporan pelanggaran sudah jelas, langsung dikeluarkan rekomendasi hukuman yang diterapkan kepada mereka oleh pejabat pembina kepegawaian atau oleh yang berwenang sesuai PP No 53 tahun 2010," ujar Wakil Ketua Komisi ASN Irham Dilmy saat dihubungi Tempo, Senin, 10 Juni 2019.
Jika bukti belum cukup, ujar Irham, maka akan dilakukan klarifikasi dan kemungkinan penyelidikan oleh Tim KASN. "Setelah itu, PPK/Pejabat yang berwenang, setelah menerapkan hukuman, melaporkan kembali ke KASN tentang pelaksanaannya," ujar Irham. Saat ini, ujar dia, proses pengumpulan bukti tersebut masih berlangsung.
Dua hari yang lalu, Bawaslu merilis ada 1.096 temuan pelanggaran hukum terkait netralitas ASN, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia saat Pemilihan Umum 2019.
Ketua Bawaslu, Abhan menegaskan perlu ada sanksi yang tegas terhadap para pelanggar netralitas tersebut. “Supaya tidak terjadi mobilisasi birokrasi. Apalagi ke depan tahun 2020 ada pemilihan kepala daerah serentak. Tentu harus ada aturan jelas dan tegas mengenai persoalan netralitas,” ucap Abhan melalui keterangan tertulis, Jumat, 7 Juni 2019.
Menurut data yang dihimpun Bawaslu hingga 28 April 2019 terdapat 227 kasus pelanggaran netralitas di 24 Provinsi. Jawa Tengah adalah provinsi dengan tingkat pelanggaran tertinggi yaitu 43 kasus. Menyusul Jawa Barat sebanyak 33 kasus, Sulawesi Selatan 29 kasus, Sulawesi Tenggara 23 kasus, Banten 16 kasus, Kalimantan Timur 14 kasus, dan Riau 10 kasus.
Kemudian Bali tercatat ada 8 kasus, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Barat masing-masing 7 kasus, Kalimantan Selatan 6 kasus, dan Jambi 5 kasus.
Provinsi Aceh, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Sumatera Selatan masing-masing terdapat 4 kasus. Selanjutnya Provinsi Bengkulu dan Papua Barat masing-masing ada 2 kasus. Sedangkan DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Maluku Maluku Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara terdapat 1 kasus.
Jenis pelanggaran netralitas tersebut beragam. Antara lain mencalonkan diri sebagai calon legislatif meski masih menjabat sebagai ASN aktif, melakukan tindakan yang menguntungkan peserta pemilu atau melakukan tindakan yang menguntungkan peserta pemilu di media sosial.
"Contoh bentuk pelanggaran lainnya yakni hadir dalam kampanye, menggunakan atribut peserta Pemilu atau membagikan alat peraga kampanye, keterlibatan ASN sebagai tim kampanye peserta Pemilu, menghadiri kegiatan peserta pemilu, dan menjadi anggota partai politik," ujar Abhan.
Berdasarkan Perbawaslu Nomor 6 Tahun 2018 Bawaslu memiliki wewenang untuk mengawasi dan memberikan rekomendasi terkait kasus dugaan pelanggaran netralitas maupun kode etik selama pelaksanaan pemilihan umum. Bawaslu perlu mengawasi berbagai keputusan atau kegiatan yang menguntungkan atau menunjukkan keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Kegiatan yang dimaksud seperti pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang terhadap anggota ASN, TNI, Polri maupun keluarganya.
Selanjutnya, tutur Abhan, Bawaslu perlu melakukan identifikasi potensi penyalahgunaan kewenangan, penggunaan anggaran, penggunaan fasilitas, dan identifikasi potensi keterlibatan ASN, TNI, dan Polri. Bawaslu kerap melakukan koordinasi kelembagaan dengan TNI, Polri, dan KASN secara berjenjang.
Bawaslu lantas membuat kajian dugaan dari setiap temuan yang ada hingga tersusun rekomendasi dengan melampirkan kronologis dan hasil kajian. "Lalu, rekomendasi dapat dilanjutkan ke KASN dengan melampirkan berkas. Setelah itu, dilakukan pengawasan atas rekomendasi oleh instansi yang berwenang," ujarnya.
DEWI NURITA I IRSYAN HASYIM