TEMPO.CO, Jakarta - Sejak Mahkamah Konstitusi (MK) membuka pendaftaran permohonan sengketa Pemilu pada 22-25 Mei lalu lembaga Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif mencatat ada sebanyak 469 permohonan, tak termasuk permohonan pemilihan presiden. "Ada penurunan jumlah permohonan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya." Kode Inisiatif mencatat dalam laporan hasil risetnya, Senin 27 Mei 2019.
Pada Pemilu 2019 terdapat 469 permohonan, bandingkan dengan Pemilu 2014 yang menimbulkan 722 permohonan sengketa, lalu di 2009 terdapat 901.
Baca juga: Ada Gugatan Pilpres, TKN Jokowi - Ma'ruf Datangi MK Hari Ini
Permohonan sengketa pada 2019 didominasi calon anggota DPRD Kabupaten/ Kota yakni 215 permohonan. Di tingkat DPRD provinsi terdapat 110 permohonan, DPR RI 71 permohonan, DPD 11 permohonan, dan 62 permohonan lainnya tidak menyebutkan secara eksplisit wilayahnya.
Berdasarkan provinsi, empat wilayah dengan permohonan terbanyak adalah, Papua, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara. Papua dengan 71 permohonan, Jawa Barat 34 permohonan, Sumatera Selatan 24 permohonan, Sumatera Utara 24 permohonan.
Baca juga: Sandiaga Yakin Bukti-bukti Gugatan ke MK Buka Tabir Kecurangan
Kode Inisiatif menyortir sengketa berdasarkan konflik internal atau eksternal. Konflik internal artinya melibatkan calon anggota legislatif dari partai politik yang sama, sedangkan konflik eksternal adalah sengketa caleg lintas partai. "Paling tidak ada 141 sengketa eksternal partai, dan 65 sengketa internal partai."
Partai Golkar tercatat sebagai partai dengan permohonan sengketa internal terbanyak ke MK yakni 19 permohonan. Sedangkan untuk sengketa eksternal, Partai Amanat Nasional (PAN) menjadi yang terbanyak dengan 22 permohonan.