TEMPO.CO, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengimbau Komisi Pemilihan Umum tidak tergesa-gesa mengevaluasi pemilu. KPU disarankan fokus untuk menyelesaikan pekerjaan pemilu yang masih tersisa sekarang.
Baca juga: Bawaslu: Penyelenggara Pemilu Tak Perhitungkan Beban Kerja KPPS
“KPU jangan tergesa-gesa mengevaluasi pemilu. Selesaikan dulu tahapan proses dan pekerjaan yang masih tersedia,” ujar Direktur Perludem, Titi Anggraeni saat dihubungi, Ahad 28 April 2019.
Evaluasi pada tahap ini, ujar Titi, bisa dilakukan oleh masyarakat sipil, akademisi, dan para pembuat kebijakan. Pihak-pihak ini menurutnya lebih leluasa untuk menelaah proses-proses yang ada. Perludem sebagai lembaga pengawas pemilu telah mengajukan beberapa rekomendasi untuk pemilu selanjutnya.
Salah satunya yakni mengurangi daerah pemilihan (dapil). Dapil di pemilu saat ini yang berkisar dari 3-10 dapil, menurut Titi terlalu besar. Ia mengusulkan membuat dapil lebih ramping dengan 3-8 dapil saja.
“Misalnya dapilnya diperkecil kalau sekarang kan tiga sampai sepuluh, disederahanakan misalnya menjadi tiga sampai delapan dapil,” ucapnya.
Mereka juga menyarankan pemisahan antara pemilu serentak nasional dengan pemilu serentak daerah, karena model ini dirasa lebih efektif. Kedua pemilu ini, kata Titi, dapat dipisahkan karena secara isu, nasional dan daerah berbeda.
Pemilu serentak nasional, menurut Perludem, adalah pemilu untuk memilih presiden, legislatif DPR RI, dan DPD. Sedangkan pemilu serentak daerah untuk memilih kepala daerah, DPRD Provinsi, dan Kabupaten/ Kota.
Baca juga: Ma'ruf Amin: Pemilu Jangan Kayak Anak Kecil Berburu Layangan
Pertimbangannya kata Titi, adalah efektivitas pemerintahan. Di mana penyerentakkan Pilpres dengan Pileg DPR RI dan DPD, diharapkan terjadi efek ekor jas dari calon presiden yang mendorong elektoral partai politik. “Konsep pemilu serentak itu bukan hanya menyerentakkan tetapi ada dampak tujuan yang ingin diwujudkan dari efektivitas pemerintahan,” kata dia.
Pemilu 2019 ini belakangan mendapat banyak sorotan. Terutama karena banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia, yang diduga akibat kelelahan. Sampai Sabtu 27 April 2019 kemarin, menurut data KPU, sebanyak 272 petugas KPPS meninggal. Korban terbanyak ada di Jawa Barat, dengan jumlah 83 orang.