TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengajak wartawan melihat Kamar Hitung milik Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN) PDIP, yang berada di kantor Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Jakarta, Denin, 22/4. Kamar Hitung ini adalah tempat rekapitulasi hasil suara dalam Pemilu 2019.
Baca juga: Suara Partai Melejit, Presiden PKS: Ini Bukan Single Factor
Hasto mengatakan Kamar Hitung ini biasanya tertutup untuk publik, namun kali ini ditunjukkan ke khalayak untuk menepis klaim sepihak kubu oposisi. Dia mengatakan, klaim yang dilakukan pasangan calon 02, Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, tidak didasarkan kepada sistem rekapitulasi yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menunjukkan kubunya tak sama, hari ini ia membuka Kamar Hitung untuk publik dengan mengundang wartawan. “Denggan membuka ruang hitung PDIP yang terintegasi dengan kamar hitung ditingkat provinsi, kabupten/kota, maka PDIP intin memperkuat tradisi transparansi dan akuntabilitas di dalam hitung suara rakyat,” tutur Hasto.
Kamar Hitung yang ditunjukkan kali ini adalah yang berada di DPP. Namun, menurut Hasto, Kamar Hitung mereka tersebar juga di tiap-tiap Kabupaten/ Kota.
Kepala Bidang IT Penghitungan Suara PDIP, Dimas Dendang mengatakan BSPN PDIP menggunakan Sista Gasmonev, atau Sistem Tata Laksana Arsip Monitoring dan Evaluasi. Selain itu juga ada Sistem Deteksi Dini dan Analisa Data. Kedua program itu adalah sistem yang dapat secara otomatis menganalisa hasil perolehan suara setelah diinput petugas.
Selain itu program tersebut juga dapat mendeteksi kejanggalan-kejanggalan yang terjadi. “Jadi yang kami lakukan tidak hanya sekedar menghitung. Tapi juga menganalisa kejanggalan yang terjadi di tiap TPS,” ujar Hasto.
Kepala Bidang Saksi Nasional PDIP, Arif Wibowo, mengatakan Kamar Hitung mereka di seluruh Indonesia dilengkapi 154.320 perangkat komputer. Jumlah ini disesuaikan dengan kondisi masing-masing TPS.
“Ada cabang yang karena kecamatannya sedikit misal 2-3 kecamatan, cukup hanya dengan 10-15 komputer. Kalau yang besar seperti Surabaya, Malang Jember itu lebih dari 100 komputer,” tutur Arif.