TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencabut izin atau akreditasi lembaga pemantau Pemilu 2019, www.jurdil2019.org. Pencabutan izin ini karena lembaga itu dinilai tidak menjalankan tugas dengan prinsip pemantauan.
"Situs pemantauannya itu pengembangan dari pemantau PT Prawedanet Aliansi Teknologi," ujar anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin saat dihubungi, Ahad, 21 April 2019.
Baca: Bawaslu: 325 Orang Pengawas Pemilu 2019 Sakit dan Meninggal
Afifuddin mengatakan lembaga survei itu mengajukan izin sebagai pemantau yang akan membuat aplikasi untuk pelaporan pelanggaran Pemilu. PT Prawedanet Aliansi Teknologi akan memantau dengan membuat aplikasi pelaporan dari masyarakat terhadap dugaan pelanggaran Pemilu," ujar Afifuddin.
Namun, kata Afif, lembaga Itu melanggar aturan dengan membuat dan mempublikasikan hasil hitung cepat yang berdasarkan aturan harusnya terdaftar di KPU. "Kenyataannya PT Prawedanet Aliansi Teknologi melakukan hitung cepat."
Hasil hitung cepat itu dipublikasikan melalui Bravos Radio dan situs www.jurdil2019.org. "PT. Prawedanet Aliansi Teknologi telah menyalah gunakan sertifikat akreditasi, kalau survei urusan izin di KPU."
Prawedanet Aliansi Teknologi disebut melanggar Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu pasal 442 huruf j juncto Peraturan Bawaslu nomor 4 tahun 2018 pasal 21 huruf i tentang Pemantauan Pemilu.
Selain akreditasinya disebut, lembaga survei itu juga dilarang menggunakan logo Bawaslu. "Dilarang menggunakan logo dan lambang Bawaslu dalam semua aktivitasnya."
Baca juga: Bawaslu Minta Masyarakat Kawal Penghitungan Suara
Sebelumnya, Bawaslu menyatakan bahwa sudah terdapat 138 lembaga pemantau yang mengawasi proses pemungutan suara pada 17 April. "Semua lembaga pemantau itu yang mendaftar dan sudah diakreditasi oleh Bawaslu," kata Afifuddin di Media Centre Bawaslu, Jakarta Pusat, Selasa, 16 April 2019.
Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin mengatakan bahwa jumlah lembaga pemantau di Pemilu 2019 merupakan terbanyak dalam sejarah Indonesia.