TEMPO.CO, Jakarta-Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid mengatakan, pihakanya akan mengevaluasi pelaksanaan pemungutan suara di Sydney, Australia, yang dilaporkan kisruh. KPU menduga kekisruhan di Sydney berawal dari banyaknya pemilih yang belum terdaftar hingga kesiapan dari Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Sydney.
“Mungkin komunikasi teman-teman PPLN-nya kurang baik ke teman-teman pemilih, atau mungkin negosisasi ke pemilik sewanya juga kurang maksimal, sehingga harusnya bisa diperpanjang sampai surat suara nya selesai (habis),” ujar Pramono kepada wartawan di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin, 15 April 2019.
Baca: KPU: Kekisruhan Coblosan di LN karena Tingginya Pemilih Khusus
Menurut Pramono jumlah Daftar Pemilih Khusus (DPK) atau pemilih yang belum terdaftar di Sydney melonjak drastis dari Pemilu 2014. Hal itu salah satu permasalahan yang tak diduga oleh PPLN. “Mungkin mereka agak kaget ya. Karena tingkat partisipasi di pemilu 2014 yang lalu untuk pileg itu hahya 23 persen. Nah, sekarang tiba-tiba membludak gini,” ucapnya.
Pramono menuturkan KPU belum mendapat laporan bagaimana perkembangan atas permasalahan di Sydney. KPU bisa bertindak untuk melakukan pemilihan ulang apabila ada rekomendasi dari Panwaslu. “Tapi, terbuka kesempatan untuk Pemilu susulan atau lanjutan, memberi kesepakatan kepada pemilih yang telah terdaftar kemarin difasilitasi karena kemarin keburu TPS-nya tutup,” katanya.
Simak: Surat Suara Tercoblos, KPU Lakukan Investigasi ke Malaysia
Namun apabila opsi tersebut dilaksanakan, DPK yang bisa mencoblos adalah yang telah mendaftar pada tanggal 13 April 2019. Bagi DPK yang belum sempat mendaftar tidak bisa menggunakan hak pilihnya.
“Sepanjang surat suara masih ada di situ. Dan hanya berlaku bagi pendaftar yang terdaftar di tanggal 13. kalau yang di luar itu enggak bisa. Karena dia kan DPK. Peraturan MK kan pemilih DPK itu datang di hari H paling lambat, kemudian menggunakan hak suaranya satu jam sebelum berakhir,” ucapnya komisioner KPU tersebut.
IQBAL TAWAKAL LAZUARDI