TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Yunahar Ilyas mewanti-wanti agar ulama yang ikut konstestasi politik praktis dapat menunjukkan diri sebagai pribadi yang alim, berilmu, dan menjadi teladan. “Jangan justru turut menyebarkan kabar bohong (hoaks) dan ujaran kebencian,” kata dia dalam konferensi pers Taushiyah MUI tentang Pemilu Serentak 2019 di Gedung MUI, Jakarta, Selasa, 9/04.
Berita terkait: Kumpulkan Ulama Aceh, Jokowi Minta Bantuan Tangkal Kabar Hoaks
Yunahar mengimbau ulama yang ikut politik praktis tidak membikin makin panas (suasana). Dalam melakukan sesuatu, “Agar secara terukur dan tidak melanggar apa yang digariskan Islam," kata dia.
Yunahar juga menegaskan bahwa MUI adalah organisasi netral dalam pemilu legislatif dan Pilpres 2019. Dia tak mengelak bahwa ada individu yang juga tergabung dalam tim sukses, tetapi, “Kami secara organisasi netral."
Yunahar mengatakan sikap itu diambil karena MUI menjadi organisasi untuk semua umat, bangsa, dan rakyat.
Sedangkan menganai ada individu dalam MUI yang berpolitik, kata dia, itu merupakan hak warga negara yang dijamin undang-undang sehingga tidak ada larangan. Hanya saja, dia mengingatkan MUI tetap berkomitmen tidak mengambil sikap mendukung salah satu pasangan capres-cawapres atau partai politik tertentu.
Soal adanya perbedaan politik di kalangan ulama, katanya, juga bukan merupakan bentuk keterbelahan MUI. "Ulama tidak terbelah, sikap politik itu pribadi. Mereka pribadi punya kecenderungan politik, di 01 atau 02 silakan," kata dia.
ANTARA