TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menilai keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah ketentuan jangka waktu bagi pendaftaran Daftar Pemilih Tambahan atau DPTb menjadi H-7 memberatkan lembaganya. "Iya berat, dengan bertambahnya (jangka waktu pendaftaran DPTb) itu memang berat," kata Arief saat ditemui di acara Pemilu Run 2019 di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Ahad, 7 April 2019.
Baca: KPU Menegaskan Rekapitulasi Suara Dilakukan Secara Manual
Arief mengatakan, KPU harus menambah logistik dan personil di waktu yang sangat terbatas dan mepet dengan hari pemilihan. Pascaputusan MK itu, kata Arief, KPU kini sedang mengatur penambahan logistik dan personil agar bisa memenuhi pada saat tenggat waktu.
Dalam putusan uji materi Undang-Undang Pemilu, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengubah ketentuan jangka waktu bagi pendaftaran daftar pemilih tambahan atau DPTb menjadi H-7 sebelum pencoblosan. Sebelumnya, dalam Pasal 210 ayat 1 UU Pemilu mencantumkan bahwa pendaftaran ke DPTb hanya dapat dilakukan paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara.
“Menyatakan frasa “paling lambat 30 (tiga puluh) hari” dalam Pasal 210 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat,” ucap ketua majelis MK Anwar Usman MK saat membacakan amar putusan uji materi UU Pemilu, di Gedung MK, Kamis, 28 Maret 2019.
Atas dasar putusan tersebut, jangka waktu mendaftar bagi pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya di TPS lain yang semula hanya bisa dilakukan H-30 diubah menjadi paling lambat H-7 sebelum pencoblosan.
Pertimbangan putusan tersebut didasari bahwa jangka waktu pendaftaran bagi pemilih yang pindah bisa memunculkan potensi tidak terlayaninya hak masyarakat yang memilki kendala-kendala yang sifatnya tak terduga, seperti sakit, terkena bencana, ataupun sedang menjalankan tugas.
“Maka waktu paling lambat tujuh hari sebelum hari pemungutan suara adalah batas waktu yang rasional untuk ditetapkan sebagai batas waktu paling lambat bagi pemilih yang demikian untuk dapat didaftarkan dalam DPTb,” ujar hakim MK dalam pertimbangan putusan.
Uji materi UU Pemilu itu diajukan oleh sejumlah aktivis. Mereka, di antaranya, dari lembaga pemerhati Pemilu Perludem, Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Fery Amsari, warga binaan Augus Hendy dan A. Murogi Bin Sabar, serta karyawan swasta Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno.
Simak juga: Putra Pertama Lahir Menjelang Pemilu, Ini Tiga Harapan Ketua KPU
Para pemohon menilai bahwa kandungan dalam Pasal 210 ayat 1 berpotensi menghambat, menghalangi, dan mempersulit dilaksanakannya hak memilih, sehingga harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.