TEMPO.CO, Yogyakarta - Para santri di Pondok Pesantren Nurul Haromain, Taruban Kulon, Tuksono, Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta ditetapkan sebagai duta anti hoaks untuk menangkal berita-berita bohong. “Saya minta para santri menjadi duta anti hoaks dengan memberikan contoh sesuai budaya pesantren, yaitu budaya yang selalu konfirmasi dan tabayun kepada sumbernya yang benar,” kata pengasuh Nurul Haromain, KH. M. Sirodjan Muniro AR, Kamis malam, 4 April 2019.
Semalam para santri yang berjumlah ratusan itu menggelar deklarasi mendukung terselenggaranya Pemilu 2019 yang aman, damai, bebas dari hoaks dan ujaran kebencian. Sebelum deklarasi mereka mendengarkan tausiah dari para pengasuh pondok pesantren.
Kiai Sirodjan mengatakan sikap untuk selalu tabayun adalah budaya pesantren. Ini adlaah sikap untuk selalu mencari konfirmasi kepada sumbernya yang benar. “Yaitu guru-guru, ulama yang benar-benar ahlu sunnah (pewaris ilmu nabi, atau secara sanad/urutan menerima ajaran langsung dari nabi.
Santri di pondok ini banyak yang berusia milenial. Sebagian diantara mereka adalah mahasiswa yang juga mengenal media sosial. Namun, kata Sirodjan, para santri selalu tabayun kalau ada berita yang ditengarai hoaks, fitnah, dan mengandung ujaran kebencian.
Dalam keseharian, kata Sirodjan, para santri juga diajuhkan dari laman pencarian Google. Mereka dibiasakan belajar langsung dari guru secara fisik. "Harus belajar dari guru, dari gurunya, sampai ke Rosulullah. Jadi kecil kemungkinan mereka percaya hoaks.”
Salah satu santri, Agus Kurniawan mengatakan, setelah sosialisasidan mengikuti deklarasi ia mengaku mendapatkan pencerahan baru. Ia siap menjadi duta anti hoaks dan menyebarkan pesan Pemilu damai kepada masyarakat.
"Kami akan lebih hati-hati menerima informasi apapun dari sosial media. Istilahnya di-filter dahulu dan tidak menyebarkan. Standarnya itu. Selebihnya tentu kami akan melakukan pendekatan dengan ajaran agama dan budaya santri kepada masyarakat,” kata Agus.
Terkait Pemilu, Kiai Sirodjan mengimbau agar masyarakat menyadari perbedaan dalam Islam adalah rahmat yang tidak seharusnya menjadikan perpecahan, termasuk perbedaan dalam pilihan politik dalam pemilu. "Jadi mari kita sama sama sadari tidak ada yang sempurna di antara kita. Jaga kerukunan karena Pemilu di mana-mana memang rawan, tidak hanya di Yogya. Tugas kita selalu mengingatkan betapa penting menjaga kerukunan," ia mengimbau.
MUH SYAIFULLAH (Yogyakarta)