TEMPO.CO, Jakarta - Para calon legislator di daerah pemilihan Kepulauan Riau mengaku mengandalkan kedekatan suku dan budaya untuk menarik hati sekitar 1,2 juta pemilik suara. Karakteristik pemilih yang masih tradisional di wilayah perbatasan itu menjadi incaran para calon wakil rakyat untuk mendulang dukungan.
Calon legislator (caleg) dari Partai Demokrat, Husnizar Hood, mengatakan lebih banyak menggunakan pendekatan kultural karena budaya Melayu di wilayah Kepulauan Riau masih sangat kental. Ia mengatakan sudah memiliki amunisi karena selama ini kerap malang melintang di dunia seni dan budaya.
"Saya sering menggelar panggung budaya, dialog, dan diskusi. Kepulauan Riau itu multietnis, tapi Melayunya sangat kuat," kata Direktur Artistik Pusat Latihan Seni Sanggam ini kepada Tempo, kemarin.
Husnizar menyebutkan, ada tiga kalangan yang menjadi incaran selama masa kampanye. Mereka adalah kalangan patriotis, yang sepaham dan seide; kalangan romantis, yang memiliki kesamaan identitas, kedaerahan, dan rasa persaudaraan; serta kalangan konsumtif. Husnizar mengatakan dirinya tak membedakan perlakuan dalam mendekati ketiga kalangan. "Mayoritas suka didekati dengan tatap muka. Pertemuan langsung lebih penting daripada kampanye dengan baliho dan stiker."
Selama kampanye, Wakil Ketua DPRD Kepulauan Riau ini selalu mengidentifikasi dirinya sebagai juru bicara rakyat. Pria yang nyambi sebagai penulis kolom budaya di harian Batam Pos ini memiliki target bisa mendulang 100 ribu suara dengan janji mewujudkan Kepulauan Riau menjadi provinsi maritim.
Sebanyak 57 calon legislator dari 15 partai peserta politik bertarung di Kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, dan Kepulauan Anambas, demi empat kursi di parlemen.
Sejumlah inkumben kembali mencoba peruntungan, yakni Dwi Ria Latifa dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Nyat Kadir dari Partai NasDem. Sejumlah tokoh politik juga ikut berlaga. Di antaranya mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, mantan Bupati Bintan Ansar Ahmad, dan mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Zulbahri.
Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Kepulauan Riau, Bismar Arianto, memprediksi perebutan suara di wilayah perbatasan itu bakal sangat ketat. Ia mengatakan aspek popularitas, kesamaan daerah dan suku, serta logistik calon menjadi bahan pertimbangan pemilih dalam menentukan dukungan di provinsi kepulauan ini.
"Belajar dari kasus 2014, DPR dan DPD yang terpilih cukup mewakili komposisi masyarakat berdasarkan suku di Kepulauan Riau," katanya.
Menurut Bismar, jika ingin mengamankan suara, para calon legislator harus banyak bergerilya di Batam. Sebab, banyak warga luar Kepulauan Riau yang bermigrasi ke Batam. Calon yang bisa memenangi Batam, kata Bismar, bisa dipastikan memenangi Kepulauan Riau. "Karena banyak migrasi, kedekatan kesukuan punya pengaruh terhadap keterpilihan calon," ujarnya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen, Lucius Karus, menilai para calon legislator seharusnya tidak terlalu susah meyakinkan pemilih di Kepulauan Riau. Sebab, jumlah pemilih tak begitu banyak dan calon yang diusung tak banyak yang populer. Sayangnya, tingkat partisipasi pemilih di Kepulauan Riau tergolong rendah.
Dalam Pemilu 2014, ada sekitar 40 persen pemilih yang tak menggunakan hak pilih mereka alias Golput. “Jadi, bukan pekerjaan mudah untuk mendapatkan suara signifikan dengan tradisi pemilih yang kurang banyak berpartisipasi,” katanya.
Tantangan lain, Lucius menambahkan, adalah kondisi geografis daerah kepulauan. Ini tentu membuat para calon harus punya logistik yang cukup untuk berkampanye. Apalagi sangat diperlukan sosialisasi yang signifikan untuk memastikan partisipasi pemilih yang tinggi. “Latar belakang masyarakat yang beragam pada beberapa daerah dan juga banyaknya pemilih pemula menjadi tantangan.”