TEMPO.CO, Jakarta-Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud MD menilai fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap golongan putih atau golput pada saat pemilihan umum sebenarnya sudah pernah dikeluarkan.
"Kemarin MUI mengeluarkan fatwa, fatwa itu sudah lama tapi dikeluarkan lagi sekarang bahwa golput itu haram," kata Mahfud di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis, 28 Maret 2019.
Baca: Dewan Pertimbangan MUI Minta Umat Islam Jangan Golput
Mahfud memandang haram menurut agama belum tentu salah menurut hukum bernegara. Sebab, hukum agama bukan hukum negara. Bahkan, fatwa Mahkamah Agung (MA) sekalipun, kata Mahfud, tidak mengikat, apalagi fatwa MUI.
Mahfud menyamakan golput dengan menikah. Hukum menikah, kata dia, bukan wajib, haram atau sunah. Bila seseorang sudah mampu menikah tapi tidak menikah, padahal sudah tergoda untuk berzina, maka menikah itu wajib hukumnya atau dari yang boleh menjadi wajib.
Menurut Mahfud, kalau seseorang tidak ingin menikah dan motivasinya menikah hanya agar pasangan tidak dinikahi orang lain, maka hal tersebut haram hukumnya. "Sama, golput itu tidak haram tapi kalau dari sudut agamanya dikatakan kalau orang banyak golput negara kacau balau, baru haram golput itu," kata Mahfud.
Simak: MUI Sebut Golput Haram, YLBHI: Money Politics Lebih Bahaya
Karena itu Mahfud mengajak masyarakat untuk tidak mengambil sikap golput bukan karena adanya fatwa MUI. Ia menilai fatwa MUI sifatnya bukan hukum melainkan seruan. Sebab, fatwa bisa berbeda-beda karena hal itu merupakan pendapat dan tidak harus diikuti. Hal ini berbeda dengan hukum negara yang sifatnya dipaksakan.
"Contoh di dalam agama Saudara wajib membayar zakat, itu hukum agama. Saudara tidak bayar zakat tidak apa-apa karena zakat aturan agama, bukan hukum negara. Tapi Saudara wajib bayar pajak di dalam negara. Saudara tidak bayar pajak oleh polisi bisa ditangkap karena dilaporkan melakukan penggelapan pajak," kata Mahfud MD menjelaskan.