TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika akan membatasi konten iklan bertema kampanye di masa tenang, yang berlangsung dari 14 April hingga 16 April 2019. Aturan ini berlaku bagi seluruh pasangan calon presiden dan wakil presiden juga tim juru kampanye mereka.
Meski begitu, belum ada regulasi yang mengatur terkait aksi kampanye yang dilakukan perorangan dan tak terikat dengan salah satu kubu atau buzzer. "Itu tadi tidak kita bahas, tapi sampai saat ini tidak termasuk (untuk dilarang),” kata Direktur Jenderal
Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo, Semel Abdijani Pangarepan, di kantornya, di Jakarta Pusat, Senin, 25 Maret 2019. Tapi, “Kita akan konsultasi kepada KPU apakah itu melanggar aturan PKPU 23 2018."
Semuel mengatakan persoalan buzzer sempat muncul dalam rapat bersama Badan Pengawas Pemilu dan perwakilan kedua kubu calon, yang digelar hari ini. Namun pembahasannya tertahan karena ketidakhadiran Komisi Pemilihan Umum.
Buzzer bergerak melalui akun pribadinya dan tidak perlu mengiklan dalam menyampaikan kontennya. Hal ini terjadi karena buzzer biasanya memiliki pengikut sendiri yang jumlahnya banyak.
Semuel mengatakan sejauh ini, tak ada larangan khusus jika kampanye dilakukan oleh individu. Hal ini dilakukan untuk menjamin hak kebebasan berpendapat masyarakat. Meski begitu, Semuel mengatakan akan segera meminta pendapat kepada KPU. "Kalau (buzzer) itu termasuk (melanggar), ya kita bisa tindak lanjuti.”
Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan aturan larangan iklan berbau kampanye selama masa tenang, telah disepakati semua pihak. Adapun maksud dari kampanye adalah ajakan ke salah satu peserta pemilu, yang mengajak untuk menawarkan visi-misi kepada pemilih, menawarkan visi-misi, program kerja dan citra diri.
Ia mengakui aturan ini sulit diterapkan jika di tingkat individu. "Posting (dukungan) sepanjang bukan tim kampanye, peserta pemilu, dan tim pelaksana kampanye, itu agak sulit membatasinya," kata Bagja.